Meski Tersedia, Pemberian ARV pada Anak Masih Temui Banyak Kendala

Meski Tersedia, Pemberian ARV pada Anak Masih Temui Banyak Kendala

- detikHealth
Kamis, 08 Jan 2015 19:17 WIB
Meski Tersedia, Pemberian ARV pada Anak Masih Temui Banyak Kendala
Jakarta - Pemberian obat antiretroviral (ARV) pada anak dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) mutlak diperlukan agar jumlah virus pada tubuh anak bisa ditekan. Kini, ARV untuk anak pun sudah tersedia. Meski begitu, pemberian ARV pada si kecil bukan berarti tak memiliki kendala.

Natasya Evalyn Sitorus dari Lentera Anak Pelangi (LAP) yang memberikan pendampingan pada anak dengan HIV di Jakarta dan sekitarnya menuturkan masih ada ARV yang bukan dalam bentuk pediatric formula. Oleh karena itu, saat dikonsumsi harus dibagi, dipotong, atau digerus. Sehingga, dosisnya bisa lebih besar atau kurang karena kemungkinan pembagian tidak rata.

"Beberapa obat tidak direkomendasikan untuk digerus misalnya aluvia. Obat ARV ukurannya terlalu besar bahkan ada yang terlalu lengket sehingga sulit ditelan," kata Natasya di sela-sela temu media 'Hambatan Pemberian ARV pada Anak' di Hotel Ibis Tamarin, Jl. KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut pengalaman Natasya, pemberian ARV puyer pada anak bisa mengakibatkan ruam. Belum lagi adanya efek samping obat seperti berkurangnya pendengaran, anemia, dan hiperaktif. Beberapa waktu lalu, ia menuturkan ada 21 anak yang didampingi LAP menjadi mudah marah dan sensitif setelah mengonsumsi ARV. Akses obat bagi peserta BPJS pun tak bisa sekali jalan jika ditebus di RS atau RSUD.

"Perawat atau caregiver banyak juga yang menganggap ARV tidak penting sehingga nggak diberi tepat waktu hingga anak resisten dan beralih ke pengobatan lini 2. Sebab, edukasi kerap tidak diterima dengan baik. Misal anak sekolah dan jam 8 pagi harus minum obat, tapi dia malu maka digeser minumnya di jam istirahat," tutur Natasya.

Tantangan terberat lainnya disebutkan Natasya yakni anak yang jenuh harus selalu minum obat. Penyebabnya, si kecil belum tahu bahwa dia terinfeksi HIV-AIDS. Selama ini, ARV pun sering disebut sebagai vitamin untuk menunjang kesehatannya sehingga dianggap tak terlalu penting dan anak pun jadi malas-malasan mengonsumsinya.

"Selain itu, meski pedoman tatalakasana infeksi HIV pada anak sudah diterbitkan kemenkes, RS dan pemberi layanan dan ketersediaan pediatric ARV belum siap. Lalu, 50 persen anak yang kami dampingi mengonsumsi triomune baby/jr berbasis stavudine (d4T). Di sisi lain, WHO merekomendasi untuk tidak memakai obat ini karena efek sampingnya meski anak mengalami perbaikan signifikan, nah obat apa yang bisa menjadi gantinya?" papar Natasya.

Ia menambahkan, hingga Desember 14 ada 75 anak usia 0-12 tahun yang didampingi LAP. Dari 75 anak, 2 orang belum minum obat karena harus ada pemeriksaan CD4 agar terapi bisa dilakukan. Sebanyak 60 anak mengonsumsi obat lini 1 dan 13 anak mengonsumsi obat lini 2.

Pada anak yang didampingi LAP, akses ARV didapat di Puskesmas Kalideres oleh 2 anak, di RSUD tarakan oleh 2 anak, sebanyak 6 anak di RSPI Sulianti Saroso, 48 anak di RS Cipto Mangunkusumo, 14 anak di RSUD Koja 14, dan sisanya di RS kramat 128 ada 1 anak.

(rdn/vit)

Berita Terkait