Padahal menurut Prof Dr dr Erry Gumilar Dachlan, SpOG(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RS Dr Soetomo, AKI tidak akan terus memburuk jika prosedur antenatal care-nya dijalankan dengan baik.
Antenatal care (ANC) didefinisikan sebagai pemeriksaan kesehatan ibu hamil secara rutin untuk memastikan kondisi si ibu dan janinnya sejak minggu pertama hingga jelang persalinan.
"Di lapangan, sebetulnya jumlah persalinan yang ditolong naik tetapi kualitasnya yang kurang," katanya dalam kuliah umum di Pertemuan Ilmiah Tahunan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia di Hotel Alila Solo, baru-baru ini.
Terkait hal ini, Prof Erry pun menyoroti keberadaan bidan yang memegang lebih banyak peranan dalam membantu persalinan di Indonesia, yaitu berkisar 63 persen. Di Indonesia, bidan berperan penuh sejak persalinan hingga pelaksanaan antenatal care, termasuk pemberian rujukan bagi ibu hamil yang mengalami komplikasi.
"Sering ada laporan pasien datang terlambat karena melekat di bidan. Entah pasiennya nggak mau lepas atau bidannya yang nggak mau ngelepas," tegasnya.
Akibatnya pasien dengan komplikasi saat kehamilan maupun persalinan menjadi tidak tertangani dengan cepat. "Kita nggak bermaksud menyalahkan tapi ini faktanya," imbuhnya.
Baca juga: Melahirkan Normal Selalu Bikin 'Jalan Lahir' Robek dan Harus Dijahit?
Meski demikian Prof Erry mengatakan ada hal-hal yang setidaknya bisa dilakukan bidan untuk mengurangi risiko kematian ibu melahirkan.
"Pertama, tidak lahiran di rumah. Waktu saya ke India ada teman dari Maldives yang mengatakan kasusnya hampir mirip dengan di sini tapi AKI-nya hanya 167. Ternyata mereka di sana tidak memperbolehkan persalinan di rumah untuk meminimalisir bahaya pada ibunya," jelasnya.
Kedua, tidak melakukan episiotomi atau membuat insisi (sayatan) di dalam jaringan antara pembukaan vagina dan anus (perineum) selama persalinan. Ketiga, memberikan perhatian lebih kepada primigravida atau ibu yang baru hamil dan melahirkan untuk pertama kali karena kerentanannya terhadap komplikasi.
"Yang terpenting juga harus ada supervisi dari dokter. Jadi dokternya harus turun langsung," imbuhnya.
Pakar fetomaternal itu juga mengingatkan, kematian ibu dan janin di Indonesia masih disebabkan oleh pendarahan dan preeklampsia saat persalinan. Keduanya belum terselesaikan, sudah ada faktor 'pendatang baru' yang ditemukan di lapangan.
"Uniknya, penyakit jantung yang ada bukan yang biasa. Sebab ada yang diderita sebelum hamil, ada yang muncul karena tidak terdeteksi sebelumnya yang disebut dengan istilah penyakit jantung rematik. Ini belum selesai, kemudian lupus," ungkapnya.
Tak perlu muluk-muluk. Yang bisa dilakukan adalah memastikan pemeriksaan antenatal care, terutama di usia kandungan 28 pekan dan dua kali di rentang usia kandungan 28-32 pekan.
"Selain pemeriksaan fisik, dari sini kita bisa tahu gizinya seperti apa. Menurut saya gizi ini penting karena pemicu utama dari preeklampsia itu dari faktor gizinya," tutupnya. (lll/vit)