Namun sebuah studi mengklaim jika prosedur itu menggunakan embrio yang sempat dibekukan terlebih dulu lalu dicairkan maka cara ini akan menurunkan risiko gangguan pada ibu dan bayinya.
Hal ini karena bayi yang berasal dari embrio beku tidak cenderung lahir prematur atau di bawah berat badan normal dan berisiko lebih kecil meninggal beberapa hari pasca kelahirannya bila dibandingkan dengan embrio yang langsung ditanamkan ke rahim si calon ibu pasca dibuahi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lagipula studi sebelumnya mengungkapkan bahwa obat-obatan yang digunakan untuk merangsang produksi sel telur di awal prosedur bayi tabung bisa jadi masih 'berkeliaran' di dalam tubuh si calon ibu saat embrio siap ditanamkan padahal kondisi tersebut dapat memberikan efek yang berbahaya bagi kehamilan.
Faktanya, peneliti mengklaim, embrio yang mampu bertahan dari proses pembekuan dan pencairan merupakan sebagai embrio yang paling sehat sehingga meningkatkan keberhasilan kehamilan.
Namun studi yang dipublikasikan dalam jurnal Fertility Sterility ini juga menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan kehamilan dengan menggunakan embrio segar ataupun embrio beku itu sebenarnya tak ada bedanya.
Hanya saja jika menggunakan embrio beku, risiko pendarahan selama kehamilannya 30 persen lebih rendah, peluang si bayi lahir dengan berat badan di bawah normal 30-40 persen lebih rendah, risiko si bayi lahir permatur 20 persen lebih kecil dan risiko bayi meninggal setelah dilahirkan juga 20 persen lebih kecil.
"Meski begitu kami masih dihadapkan pada kenyataan bahwa sebagian besar klinik kesuburan hanya menyediakan prosedur bayi tabung dengan embrio segar," tandasnya.
(ir/ir)











































