"Umumnya janin batu disebabkan terjadinya pengapuran pada janin. Kemudian, terjadi kematian janin setelah 14 minggu, dan kasusnya lebih banyak terjadi di luar rahim," tutur dr Yassin Yanuar MIB, SpOG, MSc, dari Rumah Sakit Pondok Indah saat berbincang dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (27/10/2015).
Karena kasusnya yang sangat sedikit di mana sifatnya hanya laporan kasus, dr Yassin mengatakan tidak bisa dipastikan apa faktor risiko terjadinya janin batu. Senada dengan dr Yassin, dr M Nurhadi Rahman, SpOG dari RSUP Dr Sardjito Yogyakarta mengungkapkan bahwa penelitian dan kasus tentang janin batu sangat sedikit.
Baca juga: Pertumbuhan Bayi Terhambat karena Lahir Prematur, Begini Cara Mencegahnya
Kemudian, hanya berupa laporan dan tidak ada penelitiannya. Sehingga, menurut pria yang akrab disapa dr Adi ini, tidak ada faktor risiko yang spesifik. Diungkapkan dr Adi, janin batu biasanya terjadi karena sang ibu hamil, namun ia tidak mengetahui hal tersebut.
"Atau biasanya proses kehamilannya terhenti dan akhirnya janin yang ada di dalam tubuhnya mengalami proses pengapuran dan si ibu juga tidak menyadari hal tersebut," tutur pemilik akun twitter @adirahmanog ini.
dr Adi menekankan, meski kasus janin batu jarang sekali terjadi, tetapi bukan tidak mungkin terjadi. Menurut dr Adi, di kota-kota besar yang memiliki RS dengan fasilitas memadai seharusnya jarang, bahkan tidak akan terjadi kasus janin batu.
Tetapi, di tempat dengan kondisi dan fasilitas kesehatan yang minim, kasus janin batu bisa saja terjadi. Lantas, siapa saja yang berisiko mengalami janin batu?
"Tidak dapat disimpulkan siapa saja yang bisa berisiko. Tapi biasanya ibu yang tidak sadar bahwa ia hamil dan setelah sekian lama tidak lahiran, atau ibu yang proses kehamilannya terhenti, atau ibu yang mengalami keguguran," kata dr Adi.
Baca juga: Masih Ada Harapan, Janin yang Tumbuhnya Terhambat Masih Bisa Diselamatkan
(rdn/up)