Ini Dampaknya Jika Kenaikan Bobot Ibu Hamil Terlalu Drastis

Ini Dampaknya Jika Kenaikan Bobot Ibu Hamil Terlalu Drastis

Nurvita Indarini - detikHealth
Senin, 09 Mei 2016 17:30 WIB
Ini Dampaknya Jika Kenaikan Bobot Ibu Hamil Terlalu Drastis
Foto: Thinkstock
Jakarta - Saat hamil, sangat wajar seorang perempuan mengalami pertambahan berat badan. Tapi hati-hati jangan sampai berat badan naik drastis dan tidak terkendali.

dr Hari Nugroho, SpOG, dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUD dr Soetomo Surabaya beberapa waktu lalu mengatakan pertambahan berat badan ibu hamil tergantung dari Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh. Pada orang normal dengan BMI 18,5-24,9 kenaikannya 11,5 hingga 16 kg selama hamil.

Karena itu bagi ibu hamil, disarankan untuk rutin menimbang berat badannya. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut ini dampak kenaikan berat badan ibu hamil yang terlalu drastis:

1. Berisiko Preeklampsia

Foto: thinkstock
Jika terjadi perubahan berat badan yang terlalu drastis, risiko ibu mengalami hipertensi kehamilan atau preeklamsia bisa meningkat. Nah, hipertensi saat kehamilan sama sekali tidak bisa dianggap main-main.

"Preeklampsia itu umumnya tekanan darah naik, berat badan naik berlebih, lalu ada kebocoran protein di urinenya. Ini harus special care dan dokter kandungan biasanya akan mengawasi hal ini. Obat-obat yang diresepkan juga sebaiknya diminum sesuai aturan dokter," ujar dr Tunggul D. Situmorang, SpPD-KGH beberapa waktu lalu.

Jika tidak diobati, preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi serius, bagi ibu maupun calon bayi. Sebab preeklampsia akan mengganggu kualitas pembuluh darah yang ada di plasenta. Akibatnya, efisiensi pembuluh darah dalam menyalurkan oksigen atau nutrisi yang lain terhambat, sehingga pertumbuhan bayi pun tidak maksimal. Selain itu ditengarai bisa menimbulkan serangkaian masalah saat persalinan.

2. Berisiko Kematian Janin di Kandungan

Foto: Thinkstock
Kenaikan berat badan yang drastis bisa mengakibatkan seorang ibu hamil mengalami obesitas. Ini patut diwaspadai, karena studi yang dilakukan University of Pittsburgh menemukan calon ibu yang mengalami obesitas ketika hamil, memiliki risiko dua kali lebih besar kehilangan janin di dalam kandungan.

Studi tersebut juga menunjukkan ketika wanita obesitas mengalami kenaikan berat badan yang optimal saat hamil, risiko kematian bayi masih dua kali lebih tinggi dibandingkan wanita dengan berat badan normal pada masa konsepsi.

Artinya ketika akan menjalani program hamil, sebaiknya dijaga berat badan idealnya. Sebab bila sengaja menurunkan berat badan ketika sudah hamil justru bisa berbahaya bagi pertumbuhan janin.

3. Bayi Berisiko Meninggal Sesaat Setelah Lahir

Foto: Thinkstock
Studi yang dilakukan peneliti di Karolinska Institute, Stockholm, menemukan bahwa bayi yang lahir dari ibu obesitas, dengan BMI di atas 35 berisiko hampir 2,5 kali lebih tinggi meninggal setelah lahir. Untuk studi ini, peneliti menganalisis lebih dari 1,8 juta kelahiran di Swedia selama 18 tahun sejak 1992-2010.

Dari 5.428 kasus kematian bayi, 11 persen berkaitan erat dengan kelebihan berat badan ibu saat hamil dan melahirkan. Penelitian pun mengungkap kematian bayi meningkat pada ibu dengan BMI yang meningkat sebelum kehamilan yakni 2,4 per 1.000 pada ibu dengan BMi normal dan 5,8 per 1.000 pada ibu dengan BMI di atas rata-rata.

"Secara individual, wanita obesitas sebenarnya berisiko mengalami kelahiran prematur ekstrem yang kemungkinannya bisa dikatakan kecil. Tapi, penemuan ini penting karena bayi yang lahir prematur, terutama prematur ekstrem berkontribusi besar pada kasus kematian dan morbiditas bayi beberapa negara berpendapatan tinggi," kata ketua peneliti, Profesor Sven Cnattingius.

4. Bayi Berisiko Lahir Prematur

Foto: Thinkstock
Dari studi yang mengamati 1,5 juta kasus persalinan di Swedia antara tahun 1992-2010, terdapat kesimpulan risiko bayi lahir prematur ikut meningkat seiring dengan bertambahnya berat badan sang ibu saat hamil. Dengan kata lain, semakin tinggi Indeks Massa Tubuh (BMI) seorang wanita maka semakin tinggi pula risiko bayi lahir prematur, bahkan terlalu dini.

Makin tinggi indeks massa tubuh alias BMI seorang wanita maka semakin tinggi juga risiko statistik bayinya lahir secara prematur, bahkan terlalu dini.

Setelah menghitung BMI para ibu di awal kunjungan mereka ke klinik prenatal, peneliti mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan kelahiran prematur pada ibu yang berat badannya normal, 25 persen kelahiran prematur esktrem didominasi oleh wanita yang kelebihan berat badan dan 60 persen pada ibu yang mengalami obesitas.

"Kelebihan berat badan dan obesitas pun meningkatkan risiko komplikasi kehamilan pada sang ibu, seperti preeclampsia, diabetes gestasional dan persalinan Caesar," ujar peneliti Profesor Sven Cnattingius dari Karolinska Institute, Stockholm.
Halaman 2 dari 5
Jika terjadi perubahan berat badan yang terlalu drastis, risiko ibu mengalami hipertensi kehamilan atau preeklamsia bisa meningkat. Nah, hipertensi saat kehamilan sama sekali tidak bisa dianggap main-main.

"Preeklampsia itu umumnya tekanan darah naik, berat badan naik berlebih, lalu ada kebocoran protein di urinenya. Ini harus special care dan dokter kandungan biasanya akan mengawasi hal ini. Obat-obat yang diresepkan juga sebaiknya diminum sesuai aturan dokter," ujar dr Tunggul D. Situmorang, SpPD-KGH beberapa waktu lalu.

Jika tidak diobati, preeklampsia dapat menyebabkan komplikasi serius, bagi ibu maupun calon bayi. Sebab preeklampsia akan mengganggu kualitas pembuluh darah yang ada di plasenta. Akibatnya, efisiensi pembuluh darah dalam menyalurkan oksigen atau nutrisi yang lain terhambat, sehingga pertumbuhan bayi pun tidak maksimal. Selain itu ditengarai bisa menimbulkan serangkaian masalah saat persalinan.

Kenaikan berat badan yang drastis bisa mengakibatkan seorang ibu hamil mengalami obesitas. Ini patut diwaspadai, karena studi yang dilakukan University of Pittsburgh menemukan calon ibu yang mengalami obesitas ketika hamil, memiliki risiko dua kali lebih besar kehilangan janin di dalam kandungan.

Studi tersebut juga menunjukkan ketika wanita obesitas mengalami kenaikan berat badan yang optimal saat hamil, risiko kematian bayi masih dua kali lebih tinggi dibandingkan wanita dengan berat badan normal pada masa konsepsi.

Artinya ketika akan menjalani program hamil, sebaiknya dijaga berat badan idealnya. Sebab bila sengaja menurunkan berat badan ketika sudah hamil justru bisa berbahaya bagi pertumbuhan janin.

Studi yang dilakukan peneliti di Karolinska Institute, Stockholm, menemukan bahwa bayi yang lahir dari ibu obesitas, dengan BMI di atas 35 berisiko hampir 2,5 kali lebih tinggi meninggal setelah lahir. Untuk studi ini, peneliti menganalisis lebih dari 1,8 juta kelahiran di Swedia selama 18 tahun sejak 1992-2010.

Dari 5.428 kasus kematian bayi, 11 persen berkaitan erat dengan kelebihan berat badan ibu saat hamil dan melahirkan. Penelitian pun mengungkap kematian bayi meningkat pada ibu dengan BMI yang meningkat sebelum kehamilan yakni 2,4 per 1.000 pada ibu dengan BMi normal dan 5,8 per 1.000 pada ibu dengan BMI di atas rata-rata.

"Secara individual, wanita obesitas sebenarnya berisiko mengalami kelahiran prematur ekstrem yang kemungkinannya bisa dikatakan kecil. Tapi, penemuan ini penting karena bayi yang lahir prematur, terutama prematur ekstrem berkontribusi besar pada kasus kematian dan morbiditas bayi beberapa negara berpendapatan tinggi," kata ketua peneliti, Profesor Sven Cnattingius.

Dari studi yang mengamati 1,5 juta kasus persalinan di Swedia antara tahun 1992-2010, terdapat kesimpulan risiko bayi lahir prematur ikut meningkat seiring dengan bertambahnya berat badan sang ibu saat hamil. Dengan kata lain, semakin tinggi Indeks Massa Tubuh (BMI) seorang wanita maka semakin tinggi pula risiko bayi lahir prematur, bahkan terlalu dini.

Makin tinggi indeks massa tubuh alias BMI seorang wanita maka semakin tinggi juga risiko statistik bayinya lahir secara prematur, bahkan terlalu dini.

Setelah menghitung BMI para ibu di awal kunjungan mereka ke klinik prenatal, peneliti mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan kelahiran prematur pada ibu yang berat badannya normal, 25 persen kelahiran prematur esktrem didominasi oleh wanita yang kelebihan berat badan dan 60 persen pada ibu yang mengalami obesitas.

"Kelebihan berat badan dan obesitas pun meningkatkan risiko komplikasi kehamilan pada sang ibu, seperti preeclampsia, diabetes gestasional dan persalinan Caesar," ujar peneliti Profesor Sven Cnattingius dari Karolinska Institute, Stockholm.

(vit/up)

Berita Terkait