Beberapa bulan belakangan, saya sedang dekat dengan pria. Kami berniat serius dan mantan suami sudah tahu hal ini, dia pun tak masalah. Hanya saja, anak saya ini tidak suka dengan calon papa tirinya ini dan dia bilang kalau saya menikah maka dia lebih memilih ikut papanya. Apa yang mesti saya lakukan ya Mbak? Mohon sarannya.
Alea (Wanita, 30 tahun)
leaa1XXXXXX@yahoo.com
Tinggi 158 cm, berat 50 Kg
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dear Mbak Alea,
Menikah kembali setelah adanya perceraian seringkali tidak hanya menakutkan bagi orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Ketika Anda dan pasangan bercerai dengan baik-baik, bagaimana anak Anda menghadapi hal tersebut? Terkadang meskipun terlihat baik-baik saja, seringkali pada anak usia balita, mereka memiliki fantasi bahwa orangtuanya dapat bersatu kembali. Ketika ada orang baru yang datang, hal tersebut dapat 'merusak' fantasi mereka.
Sadari bahwa anak juga membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru saat Anda dan pasangan bercerai. Ajak anak untuk berbicara dari hati ke hati. Fokus kepada menggali apa yang anak pikirkan dan rasakan tentang Anda, tentang ayahnya, tentang perceraian.
Dengarkan ketakutan atau kekhawatirannya. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan sejauh mana ia bisa menerima perceraian Anda dan ayahnya, bagaimana ia beradaptasi terhadap situasi yang ada setelah perceraian. Penerimaan dan penyesuaian anak biasanya sangat berpengaruh terhadap respon anak terhadap pernikahan kedua.
Tidak perlu terburu-buru menyampaikan rencana untuk menikah kembali karena anak bisa sangat sensitif terhadap hal ini. Sebaiknya, gunakan kata 'teman' untuk memperkenalkan pasangan. Menggunakan istilah 'papa baru' bisa menakutkan bagi anak, apalagi usia perceraian Anda juga masih terbilang 'baru' saat Anda menjalin hubungan ini.
Jika anak menolak, anggap saja ini sebagai proses dia dalam menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru. Dekat dengan orang yang baru tentu saja membutuhkan waktu, sama seperti Anda juga membutuhkan waktu untuk dekat dengan pasangan baru, yang bisa dilakukan dengan berulangkali jalan atau melakukan kegiatan bersama. Jangan puas dengan jalan sesekali, karena bisa saja pada momen-momen selanjutnya yang membuat mereka dekat.
Secara berkala, tanyakan perasaan dan pikiran anak mengenai 'teman' Anda, dan bagaimana perasaan ia terhadap Anda. Terkadang, masalah bukan terletak pada 'teman' Anda, tetapi bisa juga bagaimana Anda bersikap terhadap Anak setelah Anda memiliki 'teman' baru. Terkadang juga, dalam menghadapi pernikahan yang baru, anak-anak merasa ia diharuskan untuk memilih antara ayah kandungnya dan (calon) ayahnya. Dekat dengan pasangan yang baru bisa dianggap sebagai 'pengkhianatan' terhadap ayahnya, apalagi Anak sangat dekat dengan ayahnya.
Jika Anda mengalami kesulitan dalam menggali anak Anda, konsultasikan dengan psikolog anak atau psikolog perkembangan. Memaksakan anak untuk masuk ke dalam hubungan baru sebelum memahami bagaimana anak menerima dan menyesuaikan diri terhadap perceraian bisa menimbulkan trauma baru pada anak.
Selama proses dengan anak, fokus juga terhadap hubungan dengan Anda yang baru. Pastikan perceraian yang ada juga membuat Anda lebih baik lagi dalam menjalin hubungan baru, lihat bagaimana respon pasangan baru terhadap anak Anda ketika ia mengalami penolakan, bagaimana keluarga besar Anda dan dia menerima Anda dan anak anda. Jadikan setiap respon sebagai tambahan informasi dalam mengenal pasangan baru Anda. Libatkan keluarga untuk memberikan masukan terhadap Anda dan hubungan yang ada.
Wulan Ayu Ramadhani, M. Psi
Psikolog Perkawinan dan Keluarga di Klinik Rumah Hati
Jl. Muhasyim VII no. 41, Cilandak, Jakarta Selatan
Twitter: @wulanayur dan @twitpranikah
http://pranikah.org/ (hrn/vit)











































