Dok, saya mau bertanya, saya mempunyai teman laki-laki bernama Bambang. Ayahnya sudah meninggal pada umur 70 tahun terkena Diabetes melitus dan ibunya sehat-sehat saja dan dapat mengikuti kegiatan sosial. Teman saya ini akan menikahi teman kuliahnya bernama Mira. Mira ini mempunyai saudara laki-laki yang terkena Albino diantara 3 saudara lainnya.
Jika mereka menikah apakah mereka bisa mempunyai anak yang sehat dan normal, tanpa dipengaruhi oleh faktor penyakit keturunan yang dimiliki oleh keluarga mereka? Mohon penjelasannya dok, terimakasih.
Fransiska Sepdahlia (Perempuan Lajang, 18 Tahun), narzizy@yahoo.co.id
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat dua penyakit yang digambarkan, yaitu Diabetes Mellitus (DM) dan Albino (Albinism). Benar bahwa keduanya memiliki latar belakang faktor genetik, dimana terdapat kemungkinan diturunkan pada generasi berikutnya. Namun, keduanya memiliki pola pewarisan yang sangat berbeda.
Seperti sudah saya jelaskan pada pertanyaan-pertanyaan sebelum ini, DM termasuk dalam kategori multifactorial disorder, dimana terdapat banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit. Sampai sekarang tidak dapat dikatakan secara pasti, bila ada orang tua yang mengidap DM, berapa persen kemungkinan anak juga akan menderita DM. Disamping juga terdapat pengaruh faktor-faktor non-genetik yang bermain.
Sementara untuk Albino penyebabnya adalah kerusakan pada gen-gen yang bertanggung jawab untuk sintesis melanin. Sampai sekarang paling tidak telah teridentifikasi 4 gen, yaitu TYR, OCA2, TYRP1 dan MATP. Penyakit albino diturunkan secara 'autosomal recessive'.
Setiap kromosom manusia terdapat dalam pasangan (ada 2) kecuali kromosom sex. Demikian pula gen-gen yang terdapat didalamnya, selalu terdapat dalam pasangan. Penyakit genetik 'autosomal recessive' artinya penyakit baru akan muncul jika kerusakan terdapat pada kedua gen yang terkait.
Ini berbeda dengan 'autosomal dominant' dimana penyakit akan muncul sekalipun hanya salah satu (dari satu pasang) gen terkait yang rusak. Pada 'autosomal recessive', orang yang membawa kerusakan pada salah satu saja (dari 2) gen terkait disebut 'carrier'.
Kedua (satu pasang) gen-gen itu, salah satu diturunkan dari ayah dan yang lain dari ibu. Sehingga disini tampak bahwa pada 'autosomal recessive', jika hanya salah satu dari orang tua yang menjadi carrier, maka kemungkinan anak untuk menderita penyakit hampir tidak ada.
Namun terdapat kemungkinan 50% diantara anak-anaknya menjadi carrier juga. Jika ternyata kedua orang tua adalah carrier, maka terdapat kemungkinan 25% anaknya menderita penyakit.
Dalam hal ini belum tentu Sdri. Mira adalah carrier. Jika kedua orang tua Sdri. Mira adalah carrier, maka terdapat 50% kemungkinan anak-anaknya (Sdri. Mira dan saudara-saudaranya) juga menjadi carrier. Jika pun Sdri. Mira ternyata carrier, perlu dilihat apakah suaminya juga carrier atau bukan. Jika bukan, maka kemungkinan anaknya menderita albino hampir tidak ada. Dari gambaran yang diberikan, tidak diceritakan apakah Sdr. Bambang juga memiliki saudara yang albino.
Prevalensi penyakit albino didalam populasi berkisar pada 1/17.000. Sementara 1 diantara 70 orang kemungkinan membawa (carrier) kerusakan pada gen yang bertanggungjawab untuk penyakit ini.
Untuk mengetahui status carrier seseorang, maka terlebih dahulu perlu dilakukan uji diagnostik molekuler pada keempat gen diatas terhadap anggota keluarga yang sakit. Jika ditemukan penyebabnya, maka baru anggota keluarga yang lain diuji apakah membawa kerusakan yang sama.
dr. Teguh Haryo Sasongko, PhD
Ahli Genetika Molekuler, (peneliti dan pengajar) di Human Genome Center, School of Medical Sciences, Universiti Sains Malaysia, 16150 Kubang Kerian, Kota Bharu Kelantan, Malaysia.

(ir/ir)











































