Cara Mengobati Sakit Kepala Cluster

Cara Mengobati Sakit Kepala Cluster

detikHealth
Kamis, 16 Apr 2015 13:15 WIB
Ditulis oleh:
Cara Mengobati Sakit Kepala Cluster
Ilustrasi: Thinkstock
Jakarta - Selamat siang Dokter, beberapa bulan belakang ini saya sering mengalami sakit kepala sebelah kiri, terasa nyeri di bagian dalam mata kiri, menurut informasi saya terkena sakit kepala cluster. Saya minta petunjuk dari Dokter bagaimana cara mengobatinya. Atas informasinya saya ucapkan terimakasih. Salam.

Akhirudin (Pria, 28 tahun)
endin.akhirudinXXXXXX@gmail.com
Tinggi 169 cm, bera 55 kg

Jawaban

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diagnosis sakit kepala tipe kluster (cluster headache, CH) ditegakkan oleh dokter sesuai kriteria ICHD (International Classification of Headache Disorders, edisi II), yaitu:

- Setidaknya lima serangan nyeri kepala hebat atau sangat hebat di satu sisi (unilateral) mata (orbital), dahi (supraorbital), atau kepala bagian temporal (terletak di belakang telinga dan meluas ke kedua sisi otak), berlangsung 15-180 menit jika tidak diobati.

- Setidaknya disertai satu ciri berikut ini:
1. Bersifat ipsilateral (sisi tubuh yang sama, misal: dahi kanan dan wajah bagian kanan)
1.a. injeksi konjungtiva (mata merah) atau lakrimasi (produksi air mata meningkat)
1.b. kongesti nasal dan/atau rhinorrhea (hidung tersumbat/mampet)
1.c. oedema palpebra (bengkak di kelopak mata)
1.d. dahi dan wajah berkeringat
1.e. miosis (pupil menyempit/kontraksi) dan/atau ptosis (turunnya kelopak mata bagian atas; kelopak mata lunglai/menggantung)

2. Gelisah atau agitasi (aktivitas motorik berlebihan dan tak bertujuan)
- Frekuensi serangan: dari satu kali setiap dua hari sampai delapan kali per hari.
- Tak terkait dengan gangguan lainnya.

Bapak Akhirudin yth, mencermati keluhan singkat di atas, maka kami belum dapat memastikan apakah Bapak menderita CH atau bukan, mengingat penjelasan masih minimalis. Alangkah baik bila segera memeriksakan diri ke dokter keluarga, dokter umum, atau puskesmas terdekat. Bila belum sembuh, maka dipersilakan meminta rujukan ke spesialis saraf.

Klasifikasi

CH dikenal pula sebagai histamine headache, diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. CH episodik, dimana setidaknya dua fase kluster berlangsung tujuh hari hingga satu tahun dipisahkan oleh interval bebas kluster selama minimal satu bulan.

2. CH kronis, dimana kluster terjadi lebih dari sekali dalam satu tahun tanpa remisi atau interval bebas kluster selama kurang dari satu bulan.

CH seringkali salah terdiagnosis sebagai migraine atau sinusitis (Tfelt-Hansen PC, Jensen RH, 2012).

CH umumnya diderita oleh pria (dengan rasio pria:wanita = 4,3:1), meskipun ada riset (Broner SW, dkk, 2007) yang menemukan kecenderungan ada peningkatan CH pada wanita. Kini rasio pria: wanita mendekati 2:1 menurut Blanda M (2014).

Faktor risiko CH antara lain: pria, usia >30 tahun, merokok, ada riwayat keluarga, pernah/sering konsumsi alkohol, konsumsi obat golongan vasodilator (seperti: alkohol, nitrogliserin), bau yang kuat/menyengat (Cachia D, Mitchell A, 2012).

Sumber lain menyatakan usia penderita CH terbanyak 30 tahun, namun dapat juga diderita orang berusia 1 tahun hingga 79 tahun.

Solusi

Secara umum, ada dua pendekatan untuk mengatasi CH, yaitu:
1. Simtomatis atau abortif (oksigen, triptan, alkaloid ergot, dan anestetik)
2. Preventif/profilaksis (misalnya: penghambat saluran kalsium, penstabil mood, dan antikejang)

Verapamil 360 mg/hari terbukti efektif dibandingkan plasebo pada satu studi clinical trial. Dalam praktik, dosis harian 480-720 mg sering diacu dokter.

Terapi farmakologis paling efektif untuk mengatasi serangan kluster akut antara lain: sumatriptan (subkutan) 6 mg, 100% oksigen (12 liter/menit), dan zolmitriptan (intranasal). Dihydroergotamine (subkutan atau intramuskuler) dan sumatriptan (intranasal) adalah pilihan tambahan.

Terapi profilaksis (pencegahan) penting pada CH episodik dan kronik, dengan pilihan utama adalah verapamil dan lithium. Verapamil adalah pilihan pertama, namun dapat menyebabkan gangguan irama jantung (cardiac arrhythmias), sehingga perlu dipantau menggunakan electrocardiogram (EKG) secara periodik saat dosis ditingkatkan (Becker WJ, 2013).

Penderita CH dianjurkan untuk menghindari tempat yang tinggi atau naik ke ketinggian (misal: mendaki gunung).

Demikian penjelasan ini, semoga memberikan solusi.

Salam sehat dan sukses selalu.

dr. Dito Anurogo, bekerja di Indonesian Young Health Professionals' Society (IYHPS). (hrn/vit)

Berita Terkait