Risiko Perokok Pasif

Risiko Perokok Pasif

detikHealth
Rabu, 17 Feb 2016 12:46 WIB
Ditulis oleh:
Risiko Perokok Pasif
Ilustrasi: Thinkstock
Jakarta - Saya adalah karyawan swasta yang baru bekerja sebulan. Di kantor saya mayoritas adalah perokok (kantor saya hanya ada sedikit pegawai). Apa yang harus saya lakukan Dok? Apa sebaiknya saya keluar atau bagaimana? Terimakasih.

Riza (Wanita, 23 tahun)
rizazahroXXXXXXX@yahoo.com
Tinggi 163 cm, berat 54 kg

Jawaban

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dear Riza,

Saya memahami betapa dilematis kondisi yang saudari hadapi. Di satu sisi ingin bebas asap rokok, namun di sisi lain mayoritas adalah perokok. Tentunya langsung keluar bukan langkah bijaksana.

Merokok itu dapat dikatakan candu. Jadi, dari hanya sekadar mencoba-coba, dilakukan berulang-ulang, menjadi ketagihan, maka selanjutnya menjadi kebiasaan. Hanya diri sendirilah yang dapat mengubah 'kebiasaan' buruk ini. Tentu disertai niat dan kemauan yang kuat untuk menghentikan kebiasaan merokok.

Secara umum, merokok pasif dapat terkait dengan kejadian asma. Hal ini dibuktikan melalui riset yang dilakukan oleh Coogan PF dkk (2015). Studi pada sekitar 46.182 partisipan, yang diikuti dari tahun 1995 hingga 2011, sebanyak 1523 dilaporkan menderita asma.

Disimpulkan bahwa di populasi dengan 16 tahun follow-up ini, merokok aktif meningkatkan insiden asma pada dewasa. Sedangkan terpapar asap rokok (merokok pasif) meningkatkan risiko di antara bukan perokok.

Merokok pasif memang telah lama teridentifikasi sebagai faktor risiko penting untuk berbagai penyakit kardiovaskuler. Hal ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Otsuka R, dkk (2001), merokok pasif dapat menyebabkan disfungsi endotel dari sirkulasi pembuluh darah koroner pada orang yang tidak merokok (nonperokok).

Merokok pasif juga berefek negatif bagi perempuan. Menurut Trichopoulos D, dkk (1981), risiko relatif kanker paru-paru pada perempuan yang memiliki suami perokok adalah 2,4 untuk perokok kurang dari satu pak/hari dan 3,4 untuk perempuan yang suaminya merokok lebih dari satu pak/hari.

Hal ini didukung oleh studi yang dilakukan oleh Li, Nan dkk (2015). Tim riset mereka menyimpulkan bahwa di daerah pedesaan China utara, banyak dijumpai perempuan yang merupakan perokok pasif. Sering terpapar oleh asap rokok merupakan faktor risiko untuk hipertensi di antara perempuan bukan perokok.

Dari berbagai efek negatif merokok tersebut, ada beberapa alternatif yang dapat saudari lakukan:
1. Menanyakan kepada bagian HRD atau pimpinan tentang (per)aturan merokok di perusahaan.
2. Dekatilah pimpinan, HRD, bagian pembuat kebijakan, para perokok, serta para karyawan (atasan-bawahan), lalu buatlah komitmen bersama tentang kapan dan tempat-tempat mana di perusahaan dimana karyawan boleh/bebas merokok. Tentunya hal ini memerlukan jiwa kepemimpinan kuat, kemampuan diplomasi yang baik, upaya tak kenal lelah, serta waktu yang cukup lama.
3. Hal sederhana yang dapat dilakukan bila memang tidak kuat menghadapi asap rokok adalah menyingkir atau menjauh, dengan mengatakan, "Maaf, saya alergi asap rokok."
4. Membuat artikel, stiker, pamflet tentang bahaya merokok, lalu disebarluaskan ke teman atau kolega. Tentunya hal ini dapat dilakukan dalam suasana yang akrab dan penuh kekeluargaan. Misalnya disebarluaskan di sela-sela pertemuan, saat istirahat, saat bercanda, di sela-sela acara gathering, dsb.
5. Hal terakhir namun terpenting tentunya berdoa. Berdoalah agar Allah membukakan hati para perokok, sehingga akhirnya para 'ahli hisap' itu sadar dan berhenti merokok selamanya.

Demikian penjelasan ini. Semoga memberikan solusi.

Salam sehat dan sukses selalu.

Dito Anurogo, penulis 17 buku, sedang studi di S2 Ilmu Kedokteran Dasar dan Biomedis FK UGM Yogyakarta.

(hrn/vit)

Berita Terkait