"Ini adalah salah satu dari beberapa situasi dimana pasar menawarkan cara yang lebih baik untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan dengan membayar murah bagi calon donor telur," bunyi pernyataan Genetics and IVF Institute seperti dilansir dari Telegraph, Selasa (30/3/2010).
Wanita-wanita yang mengalami masalah ovarium sangat berharap memiliki anak tetapi tidak mampu melakukannya karena indung telurnya tidak dapat menghasilkan telur. Donor telur menjadi harapan untuk memiliki anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka ini berkali lipat nilainya dari panduan American Society for Reproductive Medicine (ASRM) yang membuat kode etik harga sel telur yang ideal US$ 5.000 atau Rp 50 juta. Sedangkan harga sel telur US$ 10.000 (Rp 100 juta) atau lebih dianggap sudah tidak sesuai.
Bayi hasil donor telur pertama kali lahir pada tahun 1983. Sejak saat itu permintaan transfer telur dari donor ke tubuh perempuan yang membutuhkan telur meningkat tajam.
Kenaikan permintaan donor sel telur ini karena banyak wanita yang mengalami masalah dengan ovarium, usia wanita di atas 40 tahun atau pria gay yang ingin memiliki anak dengan menggunakan ibu pengganti.
Ahli medis mengkhawatirkan tingginya biaya donor telur akan membuat banyak perempuan berlomba menjual sel telurnya padahal belum tentu sel telur yang dihasilkan berkualitas.
Berbeda dengan donor sperma yang mudah prosedurnya, donor sel telur dihargai lebih mahal karena memakan waktu dan butuh ketelitian untuk merawatnya agar sel telur bisa berkembang.
Ibu yang memiliki anak dari donor sel telur diakui sah secara hukum sebagai anaknya, meskipun secara biologis itu bukan anaknya karena dari sel telur orang lain.
Meski sudah umum dilakukan di negara maju dan beberapa negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, namun donor sel telur belum mendapat pengakuan hukum di Indonesia alias ilegal.
Ikatan Dokter Indonesia dan Departemen Kesehatan melarang kegiatan donor sperma, donor sel telur maupun ibu pengganti. (ir/ir)











































