Pasalnya sebuah studi baru menemukan bahwa anak pengidap ADHD, terutama anak laki-laki akan cenderung tumbuh menjadi pria yang kondisi ekonomi dan pergaulan sosialnya lebih buruk ketimbang teman-temannya yang tak pernah mengalami gangguan ini.
"Banyak dari mereka yang hidup baik-baik saja tapi sebagian kecil pengidap ADHD ada juga yang mengalami kesulitan dalam hidupnya, misalnya sampai dipenjara atau diopname," ungkap peneliti Dr. Rachel Klein yang juga profesor di bidang psikiatri remaja dan anak dari New York University Langone Medical Center, New York City.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mencari tahu bagaimana kondisi anak pengidap ADHD ketika berubah menjadi dewasa, peneliti mengamati 135 pria kulit putih berusia 40-an yang telah didignosis mengidap ADHD sejak berusia 8 tahun dan membandingkan mereka dengan 136 pria yang tidak didiagnosis ADHD ketika kecil.
Dari situ peneliti mengetahui 31 persen partisipan yang didiagnosis ADHD ketika kecil tidak dapat menyelesaikan sekolah menengah sedangkan pada kelompok yang tak pernah didiagnosis ADHD hanya 4 persen yang tak dapat menyelesaikan sekolahnya.
Selain itu tak ada satupun partisipan ADHD yang mencapai jenjang pendidikan lebih tinggi padahal pada kelompok lainnya hampir 30 persen diantaranya mencapai jenjang pendidikan lebih tinggi. Secara keseluruhan rata-rata partisipan ADHD mengenyam pendidikan 2,5 tahun lebih sedikit daripada teman-teman sebayanya yang tidak mengidap gangguan serupa.
Perbedaan lain yang mencolok juga terlihat pada kondisi ekonomi partisipan. Banyak partisipan pengidap ADHD yang lebih cenderung tak memiliki pekerjaan. Kalaupun punya pekerjaan, pendapatan partisipan ADHD rata-rata 40.000 dollar AS lebih kecil daripada pendapatan partisipan pembandingnya. Kendati begitu, 84 pengidap ADHD yang terlibat dalam studi ini memiliki pekerjaan.
Parahnya lagi, pria yang mengidap ADHD sejak kecil juga lebih sering bercerai ketika menikah (31 persen pada kelompok ADHD versus 12 persen pada kelompok pembanding) dan lebih cenderung menghadapi gangguan kesehatan mental. Lagipula lebih dari 22 persen partisipan yang sejak kecil didiagnosis ADHD masih mengalaminya hingga dewasa.
Partisipan pengidap ADHD juga lebih banyak mengalami gangguan kepribadian atau antisosial (16 persen) dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang tiga kali lebih banyak ketimbang kelompok pembandingnya (14 persen versus 5 persen).
"Temuan ini menonjolkan pentingnya monitoring (pengawasan) dan pengobatan anak-anak pengidap ADHD agar kondisinya itu tidak berlanjut hingga dewasa, orangtua pun punya andil besar disini," tandas Klein seperti dilansir dari cbsnews, Jumat (18/10/2012).
Studi ini telah dipublikasikan dalam jurnal Archives of General Psychiatry.











































