Bagaimana Tidak Hipertensi? Sedikit-sedikit Pakai Garam dan Kecap Asin

Bagaimana Tidak Hipertensi? Sedikit-sedikit Pakai Garam dan Kecap Asin

- detikHealth
Senin, 08 Apr 2013 07:30 WIB
Bagaimana Tidak Hipertensi? Sedikit-sedikit Pakai Garam dan Kecap Asin
(Foto: thinkstock)
Jakarta - Hipertensi atau tekanan darah tinggi lebih banyak terjadi di negara berkembang, bukan di negara maju. Salah satu sebabnya adalah pola makan, yang cenderung suka asin. Makan apapun rasanya tidak lengkap kalau tidak tambah garam atau kecap asin.

"Orang di negara berkembang kalau makan itu kan yang penting cuma asin. Ikan asin, kecap itu sudah cukup," kata Dr Nani Hersunarti,SpJP(K), FIHA, Ketua Indonesian Society of Hypertension (InaSH) usai pencanangan Gerakan Nasional Periksa Tekanan Darah oleh Menteri Kesehatan di Istora Senayan, dan ditulis pada Senin (8/4/2013).

Kebiasaan makan serba asin itu menurut Dr Nani merupakan salah satu penyebab naiknya jumlah penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi di negara berkembang. Bahkan dibandingkan negara maju yang identik dengan asal muasal junk food atau makanan sampah, hipertensi di negara berkembang justru lebih banyak.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Dr Nani, kebiasaan makan makanan serba asin termasuk juga mi instan bukan hanya karena kurangnya edukasi tentang bahaya hipertensi. Kadang sudah tahu risikonya, tetapi karena faktor ekonomi dan daya beli yang terbatas di negara berkembang akhirnya masyarakatnya tidak punya pilihan selain mengonsumsi makanan yang banyak garamnya.

"Orang di negara maju bisa memilih mau makan apa, di negara berkembang tidak. Kalau kita mau teliti, itu di daerah-daerah justru lebih banyak yang hipertensi. Makan ikan asin, mi instan. Karena tidak punya pilihan, untuk makan fresh fruit misalnya," tambah Dr Nani yang sehari-hari bekerja di RS Jantung Harapan Kita.

Untuk mengurangi asupan garam di masyarakat, Dr Nani mendukung salah satu usulan pemerintah untuk mewajibkan pencantuman kadar garam pada makanan seperti junk food dan mi instan. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, melarang warung-warung makan dan restoran menyediakan garam di meja makan demi kesehatan para pelanggannya.

"Biar selalu sadar (kalau ada label garamnya), misalnya kalau mau makan 'oh garamnya banyak juga ya'," jelas Dr Nani.

(up/vit)

Berita Terkait