Virus flu burung varian terbaru yang kini tengah melanda China adalah strain H7N9. Seiring makin bertambahnya jumlah kasus, salah seorang perwira Angkatan Udara China menyatakan bahwa wabah kali ini bukan disebabkan karena mutasi genetik, melainkan ulah pemerintah AS.
Dalam sebuah posting di blognya yang dimuat hari Sabtu, (6/4/2013), Kolonel Dai Xu menuduh Amerika Serikat sebagai biang terjadinya wabah flu burung di negara tirai bambu tersebut dengan melepaskan virus H7N9 sebagai aksi perang biologis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada saat itu, Amerika sedang berperang di Irak dan takut China akan mengambil keuntungan. Inilah sebabnya mengapa mereka menggunakan senjata bio-psikologis terhadap China. Semua warga China terlibat kekacauan dan itu persis seperti apa yang Amerika Serikat inginkan. Sekarang Amerika Serikat menggunakan trik lama yang sama. China harus belajar dan tenang dalam menghadapi masalah," tulis Dai.
Seperti dilansir Fox News, Kamis (11/4/2013), pernyataan Dai ini dibantah oleh juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jason Rebholz. Menurutnya, tuduhan Dai tersebut sama sekali tidak benar. Rebholz juga mengatakan bahwa Dai memang selalu berusaha memicu konflik antara China dan Amerika Serikat.
Sejauh ini, virus H7N9 telah menginfeksi 31 orang dan merenggut 9 korban jiwa. Kasus ini menyerang 6 provinsi di China, yaitu Shaanxi, Guizhou, Jiangsu, Zhejiang, Anhui dan Fujian. Ilmuwan China mengaku belum menemukan bukti virus ini bisa menyebar dari manusia ke manusia.
Hinga saat ini, sumber penyebar infeksinya masih belum diketahui. Namun badan pengawasan obat dan makanan di China sudah mengesahkan vaksin untuk menangkal infeksi virus H7N9 dan akan diedarkan beberapa bulan ke depan.
(pah/up)











































