Chloe Cain (3), muntah selama berhari-hari dan tidak dapat berjalan ketika ibunya, Tara (29), bergegas membawanya ke dokter pada 24 Maret 2013 yang lalu. Setelah diperiksa oleh dokter sekitar 20 menit, ia dinyatakan menderita flu dan diberi obat.
Namun malam berikutnya Chloe mengalami kejang cukup parah di rumah dan dibawa dengan ambulans ke Queen's Medical Centre, Nottingham. Setelah 2 hari berikutnya menjalani serangkaian tes, Chloe didiagnosis mengidap cryptococcal meningitis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gejala penyakit ini meliputi demam, halusinasi, sakit kepala, mual, muntah, sensitif terhadap cahaya, dan leher menjadi kaku.
Sekitar 1 minggu kemudian, yaitu pada tanggal 4 April, Chloe meninggal. Mesin-mesin yang sebelumnya digunakan untuk membantunya bertahan hidup pun dimatikan. Hal ini membuat perasaan sang kerabat, Tara, hancur.
"Saya sangat marah dengan cara mereka mengabaikan kata-kata saya dan berkata Chloe hanya terkena flu," ujar Tara, seperti dikutip dari Daily Mail, Minggu (21/4/2013).
"Mereka hanya memberikan Ibuprofen dan Paracetamol. Jika mereka bisa melakukan pekerjaan mereka dengan benar, maka hal ini tidak akan terjadi," lanjutnya.
Menurut Tara, ketika akhirnya Chloe diberikan ventilator untuk membantunya bernapas, tim medis baru memberitahukan padanya bahwa Chloe menderita meningitis. Ia sangat sedih.
"Bayi sepupu saya mengidap meningitis juga dan dia butuh waktu lama untuk sembuh. Ketakutan terbesar saya adalah jika Chloe juga menderita penyakit itu," ungkap Tara.
Pasca meninggalnya Chloe, Tara akan melakukan penggalangan dana untuk The Meningitis Trust. Ia ingin mengingatkan orang tua lain untuk waspada terhadap penyakit ini.
"Beberapa anak akan mengerti saat disuruh pergi ke sekolah, tapi tidak dengan Chloe. Dia sangat menyukainya, dia akan tinggal di sana jika bisa," kenang Tara.
(vit/vit)











































