Menurut hasil studi terbaru 'Beban Penyakit, Trauma dan Faktor Risiko di Indonesia tahun 2010: Tingkat dan Kecenderungan', yang baru saja dirilis oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian RI, stroke menempati urutan teratas sebagai beban penyakit tertinggi di Indonesia.
Kasusnya semakin banyak karena gaya hidup masyarakat Indonesia yang semakin tidak sehat. Sebut saja soal makanan, kini masyarakat Indonesia lebih gemar menyantap makanan cepat saji yang tinggi garam dan kalori, yang menjadi faktor risiko dari berbagai penyakit kronis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Konsumsi garam tinggi, supermi (mi instan) makan 3 kali sehari, kan sudah melebihi kadar garam yang diperlukan. Lalu kolesterol tinggi, itu semua (berpengaruh terhadap stroke). Makanan seperti santan juga pengaruh, makanya stroke paling tinggi Sumatera Barat," jelas dr Soewarta Kosen, MPH, Dr.PH, Peneliti Utama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes RI, disela-sela acara 'Seminar Hasil Studi Beban Penyakit, Trauma dan Faktor Risiko di Indonesia tahun 2010: Tingkat dan Kecenderungan', di Kantor Kemenkes, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (30/4/2013).
Selain karena tingginya konsumsi garam dan lemak, dr Soewarta juga mengatakan bahwa banyaknya kasus stroke karena kurangnya konsumsi sayur dan buah pada masyarakat. Berdasarkan data Balitbangkes, konsumsi sayur dan buah di seluruh Indonesia sangat kurang.
"Kita punya datanya, yang jelas seluruh Indonesia jelek. Konsumsi sayur dan buah rendah, harusnya 3 kali sehari dan jumlah yang cukup. Misalnya, kalau buah kan musti cukup jangan cuma secuil pisang. Harusnya ada pisang, jambu dan lain-lain. Makin banyak makin baik," tambah dr Soewarta.
Tak hanya itu, ada beberapa faktor risiko lain, yakni hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, hiperlipidemia (peninggian kadar lipid dalam darah), obesitas, merokok dan kurangnya aktivitas fisik.
(mer/up)











































