Sindrom Langka Bikin Gadis Ini Tak Bisa Berhenti Makan

Sindrom Langka Bikin Gadis Ini Tak Bisa Berhenti Makan

- detikHealth
Selasa, 30 Apr 2013 16:04 WIB
Sindrom Langka Bikin Gadis Ini Tak Bisa Berhenti Makan
dok: Daily Mail
Jakarta - Setiap orangtua ingin anaknya mengonsumsi beragam makanan agar tumbuh menjadi anak yang sehat dan lincah. Tapi ibu asal Inggris ini harus merana karena putri kecilnya mengidap sindrom langka yang membuatnya terus merasa lapar.

"Masalahnya jika Ava mendapatkan akses makanan, ia akan makan apapun yang ada di tangannya. Ia tak hanya terus merasa lapar tapi juga sangat rakus. Bahkan jika ada makanan di lantai, tanpa ragu-ragu ia akan memungut dan memakannya, dan jika orang lain mempunyai makanan, ia juga menginginkannya. Ia juga suka menyembunyikan makanan," kisah sang ibu, Marika Carvey dari Bromley.

"Kondisi ini sangatlah menakutkan karena jika kami tak mengawasinya, ia akan makan sampai jatuh sakit. Ketika ia beranjak dewasa, kami juga harus menggembok lemari es dan mengunci rak makanan. Padahal ia adalah gadis kecil yang menyenangkan dan saya sering merasa kasihan padanya karena ia selalu merasa kelaparan," tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gadis berusia lima tahun itu divonis mengidap penyakit genetik yang disebut dengan Prader-Willi syndrome (PWS) ini sejak usianya baru sembilan minggu ketika dokter melihat si kecil Ava susah diberi makan dan tak dapat bergerak layaknya bayi normal.

Marika dan suaminya (32) mengisahkan saat Ava lahir terlihat jelas jika ada yang salah dengan buah hati mereka. Ava tak banyak bergerak dan tak bisa diberi makan, bahkan ia tak dapat menangis. "Awalnya saya tak begitu khawatir tapi tim doktr melihatnya dengan aneh dan tahu-tahu ia sudah dibawa ke ruang perawatan khusus. Tak berapa lama ia dipindahkan ke St. Thomas Hospital di London untuk menjalani sejumlah tes," tutur Marika.

Sembilan minggu kemudian, orangtua Ava akhirnya diberitahu jika anak kedua mereka ini didiagnosis PWS. "Namun kami merasa beruntung karena kami mengetahui kondisi Ava sejak usianya masih sangat muda jadi kami bisa belajar mengendalikannya," tandas Marika.

Tak hanya itu, Marika juga harus memastikan jika kedua saudara laki-laki Ava, Joshua (11) dan Finnian (2) tak pernah makan di depan Ava. "Jika Ava melihat kedua saudaranya makan maka ia juga akan mencoba mengambil makanan mereka, jadi kami harus memastikan jika ia tak sedang makan, yang lain juga tak makan," kata Marika.

"Lagipula penderita PWS biasanya rentan ngambek jadi jika kami makan di luar, saya akan meminta pelayan untuk memberinya porsi yang lebih kecil dan setelah makan kami harus buru-buru meninggalkan restoran itu secepatnya karena jika ia melihat makanan orang lain ia akan mulai marah atau mencoba memakan sisa orang lain tersebut," lanjutnya.

Marika juga mengisahkan jika mereka pergi ke sebuah pesta yang menyajikan menu buffet, kondisinya akan jadi lebih mengerikan. Ava akan berdiri dekat meja dan memakan apapun yang ia inginkan di hadapannya. Kedua orangtuanya harus mengawasinya dengan ketat, bahkan terkadang mereka harus meninggalkan pesta terlebih dulu jika Ava tak mendapatkan makanan yang ia inginkan.

Masalah lainnya, penderita PWS tak dapat membakar energi dari makanan secepat orang normal. Akibatnya mereka mudah mengalami penambahan berat badan. Itulah mengapa Marika juga harus memastikan Ava hanya mengonsumsi makanan sehat karena ia begitu mudah mengalami obesitas.

"Obesitas adalah masalah umum bagi anak pengidap PWS. Untuk itu daripada makan permen dan biskuit, saya membiasakannya ngemil kismis atau kue beras. Saat Paskah, saya juga tak pernah memberinya telur dan pada hari ulang tahunnya, ia saya beri jelly, bukannya kue," tutur Marika.

"Setelah itu mungkin ia ngambek, terutama jika ada banyak makanan di sekelilingnya tapi ia tak boleh memakannya. Beruntung putri kami lebih sering terlihat bahagia ketimbang ngambek karena selama ini kami dapat terus membuatnya sibuk ketika makan. Dari situ lama-lama ia mulai memahami bahwa PWS membuatnya terus lapar tapi tidak mencegahnya untuk terus makan," lanjutnya.

Namun kekhawatiran orangtua Ava tak berhenti sampai disitu saja. Pasalnya tim dokter telah mewanti-wanti jika semakin dewasa maka kondisi PWS yang diidap Ava akan makin sulit dikendalikan. Saat ini saja, Ava mulai sering terbangun di tengah malam dan memakan apapun yang ia inginkan dan temukan di dapur atau meja makan.

"Tapi ia dapat menghadapinya dengan baik dan tetap ceria. Kami pun sangat mencintainya," ujar Marika.

Menurut jubir PWS Association, PWS adalah kondisi genetik namun bukan turunan yang sudah dibawa sejak lahir dan mempengaruhi kehidupan penderitanya secara menyeluruh. Karakteristik utama sindrom ini adalah rasa lapar yang konstan dan keinginan untuk terus makan, tone otot yang rendah, perawakan yang pendek, perkembangan hasrat seksual yang lambat, begitu juga dengan kemampuan mengatur emosi dan bersosialisasinya. Pada kebanyakan kasus, penderita PWS juga mengalami gangguan pembelajaran.

Anak penderita PWS juga berisiko lebih tinggi mengalami obesitas sejak usia dini dibanding rekan-rekannya karena dua faktor kunci yaitu kebiasaan makan berlebihan dan tone otot yang rendah, karena dengan begitu mereka tak mempunyai kemampuan untuk membakar energi secepat anak-anak lainnya.

"Mereka juga memiliki lebih banyak massa lemak dan massa tubuh tanpa lemak (lean body) yang lebih sedikit. Padahal otot lebih banyak membakar energi ketimbang lemak jadi jelas jika penderita PWS tak dapat membakar energi dalam jumlah besar seperti layaknya anak normal," terang jubir tersebut.

Beruntung kini PWS dapat ditanggulangi dengan pemberian hormon pertumbuhan untuk meningkatkan tinggi badan dan kekuatan otot si penderita. Namun orangtua penderita PWS juga tetap harus pandai-pandai mengendalikan anaknya agar mereka tidak makan berlebihan dan memberikan pola makan rendah kalori sehingga anaknya tetap memiliki berat badan sehat meski mengidap PWS.

(up/up)

Berita Terkait