"Metode yang paling banyak digunakan yaitu suntikan 32 persen, pil 14 persen, dan IUD atau spiral lima persen. Angka ini hampir sama dengan angka tahun 2007 dan 2002 sampai 2003. Berarti dalam satu dekade terakhir metode yang paling banyak dipakai adalah suntik dan pil," jelas Deputi Litbang BKKBN Dr Wendy Hartanto MA.
Pemaparan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 itu dipaparkan Dr Wendy dalam Temu Nasional Keluarga Berencana dalam Rangka Hari Kontrasepsi Sedunia 2013 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (25/9/2013).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemakaian kontrasepsi juga meningkat sejalan dengan tingkat pendidikan wanita, meskipun ada juga wanita yang menolak menggunakan alat kontrasepsi. Empat puluh persen wanita tidak menggunakan alat kontrasepsi dengan alasan fertilitas (seperti tidak subur dan menopause).
Sedangkan alasan 23 persen wanita yang menolak kontrasepsi karena efek samping, kesehatan, kurang akses, dan biaya mahal.
Secara umum wanita Indonesia memiliki tingkat fertilitas 2,6 yang berarti mereka rata-rata melahirkan 2,6 anak selama hidupnya. Di daerah pedesaan tingkat fertilitasnya lebih tinggi dibanding wanita di perkotaan. Tingkat fertilitas wanita di pedesaan 2,8 sedangkan di perkotaan 2,4.
"Tingkat fertilitas juga dipengaruhi oleh kuintil kekayaan. Wanita dengan kuintil kekayaan terendah memiliki tingkat fertilitas lebih tinggi dibanding kuintil kekayaan tertinggi yakni 3 dan 2,7 anak per wanita," kata Dr Wendy.
Di Indonesia, wanita di Papua Barat dan Sulawesi Barat memiliki jumlah anak tertinggi dengan rata-rata 3,7 anak dan 3,6 anak dibanding daerah lainnya. Sedangkan daerah yang sudah mencapai tingkat fertility replacement adalah DIY dengan jumlah 2,1 anak per wanita.
(vit/mer)











































