Pengetahuan Gizi Rendah, Peran Posyandu dan Sekolah Perlu Ditingkatkan

Laporan dari Utrecth

Pengetahuan Gizi Rendah, Peran Posyandu dan Sekolah Perlu Ditingkatkan

- detikHealth
Senin, 14 Okt 2013 10:01 WIB
Pengetahuan Gizi Rendah, Peran Posyandu dan Sekolah Perlu Ditingkatkan
ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Utrecth - Salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak adalah kurangnya pengetahuan orang tua tentang asupan gizi yang seimbang. Peran media massa saja tidak cukup, butuh posyandu dan guru-guru di sekolah untuk menjangkau kelas menengah ke bawah.

"Pendekatan sekolah melalui guru dan masyarakat melalui posyandu sangat dibutuhkan. Di Indonesia bagian timur misalnya, tidak semua orang terjangkau media massa," kata Ketua Pergizi Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah dalam perbincangan dengan detikHealth, usai kunjungan ke Danone-Nutricia Research Center di Utrecth, Belanda, seperti ditulis pada Senin (14/10/2013).

Untuk meningkatkan kemampuan kader posyandu, IPB bersama dengan PT Sari Husada telah merintis program Ayo Melek Gizi. Menurut Prof Hardinsyah, saat ini program tersebut telah mencetak kurang lebih 300 kader posyandu di sekitar kampus. Setiap minggu, kader-kader tersebut mendapatkan berbagai pelatihan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari hasil pendampingan selama ini, Prof Hardinsyah berpendapat bahwa titik lemah posyandu dalam menyampaikan pesan-pesan tentang gizi adalah kemampuan berkomunikasi para kader. Tidak semua memiliki kemampuan untuk memberikan penyuluhan, sehingga penerapan prinsip-prinsip asupan gizi yang seimbang tidak tersampaikan secara maksimal di masyarakat.

"Kalau cuma teknik menimbang, semua kader bisa menimbang. Tapi kalau komunikasi, bagaimana caranya menyampaikan pesan-pesan tersebut, tidak semua bisa," lanjut Prof Hardinsyah.

Sementara itu, peneliti dari Danone berpendapat bahwa cara menyampaikan informasi tentang gizi bukan perkara mudah. Ia mencontohkan, cara menyampaikan di Jawa Barat mungkin tidak bisa diasamakan dengan Lombok, Nusa Tenggara Barat. artinya, cara menyampaikan informasi tersebut harus sesuai dengan kultur setempat.

"Guideline dari WHO sudah ada, tetapi kadang sulit untuk dipahami masyarakat. Harus ada yang menerjemahkannya," kata Dr Jacques, scientific director Asia-Pasific Danone Baby Nutrition.

Kurangnya pengetahuan tentang gizi hanya salah satu faktor penyebab defisiensi atau kekurangan gizi pada anak, seperti terungkap dalam sebuah riset yang dilakukan perusahaan susu PT Sari Husada. Riset tersebut mengungkap, sebagian anak dari kalangan menengah atau disebut 'C-class' mengalami defisiensi asam folat, zat besi, dan seng.

Faktor lainnya menurut Prof Hardinsyah adalah rendahnya daya beli masyarakat. Sumber pangan hewani seperti daging, telur, dan susu harganya relatif lebih mahal dibandingkan sumber pangan nabati sehingga lebih jarang dikonsumsi. Padahal, kandungan beberapa komponen gizi lebih banyak ditemukan pada sumber pangan hewani.


(up/vit)

Berita Terkait