Orang yang Sakit Lupus Ingin Naik Gunung? Bisa, Ini yang Harus Diperhatikan

Orang yang Sakit Lupus Ingin Naik Gunung? Bisa, Ini yang Harus Diperhatikan

- detikHealth
Kamis, 06 Mar 2014 18:15 WIB
Orang yang Sakit Lupus Ingin Naik Gunung? Bisa, Ini yang Harus Diperhatikan
Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Jakarta - Segala jenis kegiatan olahraga membutuhkan pelatihan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan selama berolahraga. Terlebih lagi olahraga berat, seperti mendaki gunung. Mungkin latihan untuk orang yang sehat sebelum mendaki gunung sudah cukup banyak kita ketahui. Namun, bagaimana pelatihan untuk orang dengan lupus (Odapus) yang ingin mendaki gunung?

"Sebenarnya, prinsip pelatihannya itu sama. Dengan kata lain, sama-sama berlatih fleksibility, endurance, dan kekuatan," ujar Rahmat Rukmantara, seorang training program manager, saat dihubungi detikHealth, Kamis (6/3/2014).

Pria yang akrab disapa Rahmat ini merupakan pelatih untuk para Odapus dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI). ODAPUS dari YLI memang sedang merencanakan melakukan pendakian ke salah satu gunung tertinggi di dunia, yaitu Gunung Himalaya. Hal ini memang sangat mengejutkan, mengingat ODAPUS sangat disarankan untuk tidak terlalu terpapar sinar matahari dan juga tidak boleh lelah, baik secara fisik maupun mental. Lantas, apakah ada pelatihan khusus untuk para Odapus ini?

"Bedanya itu lebih kepada porsi latihannya, yaitu tidak boleh terlalu berat. Cara saya sebagai pelatih juga beda dalam melatihnya, tidak sama ketika melatih orang yang bukan Odapus," tutur Rahmat.

Rahmat mengungkapkan bahwa banyak yang hal harus diperhatikan dalam melatih Odapus dalam pelatihan pendakian ini. Rahmat sebagai pelatih tidak boleh memasang target dan lama waktu, seperti yang biasa dilakukan pada orang bukan Odapus. Dengan kata lain, target dan lama waktu latihan harus fleksibel, mengikuti kekuatan fisik dan kondisi para Odapus tersebut.

Karena mempunyai kondisi yang fluktuatif, sebagai pelatih, Rahmat mengaku harus dapat mengerti kondisi dari para Odapus. Sangat penting bagi Rahmat untuk memberikan kenyamanan secara fisik maupun psikologis para Odapus.

"Mereka (Odapus) tidak boleh sampai stres. Karena kalau mereka stres kan akan menurunkan kondisi fisiknya. Maka dari itu, tidak hanya level fisik yang saya tingkatkan dalam pelatihan ini, melainkan juga level psikologisnya. Intinya adalah juga harus menjaga kebersamaan tim," ungkap Rahmat.

Rahmat bercerita bahwa bukan hal yang mudah untuk menjaga kebersamaan tim. Hal ini disebabkan karena adanya 'perasaan' yang sedikit dilibatkan oleh para Odapus dalam pelatihan ini.

"Contohnya itu ketika mereka merasa kurang diperhatikan oleh saya, karena menganggap saya lebih memberikan perhatian kepada yang lain. Hal seperti ini pernah terjadi. Nah, maka dari itu saya harus berusaha supaya hal ini tidak terjadi lagi. Karena akan sangat berpengaruh kepada kondisi psikologis mereka," tuturnya.

Latihan pendakian tidaklah mudah, apalagi untuk Odapus. Lantas, berapa lama waktu yang diperlukan agar Odapus bisa dinyatakan siap dan boleh untuk mendaki?

"Awalnya itu minimal 3 bulan. Dalam bulan pertama harus berlatih yang dasar-dasar dulu, seperti peregangan. Lalu jika sudah bisa naik ke tingkat berikutnya, mulai berlatih kekuatan fisik, khususnya otot. Karena kan otot mereka akan banyak dipakai saat mendaki," ujar Rahmat.

Rahmat menambahkan bahwa tingkat pelatihan juga ditentukan oleh data medis para Odapus tersebut. Jika mereka sudah melewati tahap pelatihan tingkat pertama (peregangan), Odapus harus memberikan data medis dari hasil medical check up terbaru kepada Rahmat, sehingga Rahmat bisa melihat sejauh mana pelatihan berikutnya dapat dilakukan.

"Karena untuk berlatih endurance misalnya, kan dibutuhkan waktu yang lama untuk pelatihannya. Walaupun tidak terlalu berat, tapi waktu pelatihannya itu lama. Makanya, penting bagi saya untuk hasil medical check up mereka," tutup Rahmat.

Orang yang Sakit Lupus Ingin Naik Gunung? Bisa, Ini yang Harus Diperhatikan
Segala jenis kegiatan olahraga membutuhkan pelatihan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diharapkan selama berolahraga. Terlebih lagi olahraga berat, seperti mendaki gunung. Mungkin latihan untuk orang yang sehat sebelum mendaki gunung sudah cukup banyak kita ketahui. Namun, bagaimana pelatihan untuk orang dengan lupus (Odapus) yang ingin mendaki gunung?
"Sebenarnya, prinsip pelatihannya itu sama. Dengan kata lain, sama-sama berlatih fleksibility, endurance, dan kekuatan," ujar Rahmat Rukmantara, seorang training program manager, saat dihubungi detikHealth, Kamis (6/3/2014).
Pria yang akrab disapa Rahmat ini merupakan pelatih untuk para Odapus dari Yayasan Lupus Indonesia (YLI). ODAPUS dari YLI memang sedang merencanakan melakukan pendakian ke salah satu gunung tertinggi di dunia, yaitu Gunung Himalaya. Hal ini memang sangat mengejutkan, mengingat ODAPUS sangat disarankan untuk tidak terlalu terpapar sinar matahari dan juga tidak boleh lelah, baik secara fisik maupun mental. Lantas, apakah ada pelatihan khusus untuk para Odapus ini?
"Bedanya itu lebih kepada porsi latihannya, yaitu tidak boleh terlalu berat. Cara saya sebagai pelatih juga beda dalam melatihnya, tidak sama ketika melatih orang yang bukan Odapus," tutur Rahmat.
Rahmat mengungkapkan bahwa banyak yang hal harus diperhatikan dalam melatih Odapus dalam pelatihan pendakian ini. Rahmat sebagai pelatih tidak boleh memasang target dan lama waktu, seperti yang biasa dilakukan pada orang bukan Odapus. Dengan kata lain, target dan lama waktu latihan harus fleksibel, mengikuti kekuatan fisik dan kondisi para Odapus tersebut.
Karena mempunyai kondisi yang fluktuatif, sebagai pelatih, Rahmat mengaku harus dapat mengerti kondisi dari para Odapus. Sangat penting bagi Rahmat untuk memberikan kenyamanan secara fisik maupun psikologis para Odapus.
"Mereka (Odapus) tidak boleh sampai stres. Karena kalau mereka stres kan akan menurunkan kondisi fisiknya. Maka dari itu, tidak hanya level fisik yang saya tingkatkan dalam pelatihan ini, melainkan juga level psikologisnya. Intinya adalah juga harus menjaga kebersamaan tim," ungkap Rahmat.
Rahmat bercerita bahwa bukan hal yang mudah untuk menjaga kebersamaan tim. Hal ini disebabkan karena adanya 'perasaan' yang sedikit dilibatkan oleh para Odapus dalam pelatihan ini.
"Contohnya itu ketika mereka merasa kurang diperhatikan oleh saya, karena menganggap saya lebih memberikan perhatian kepada yang lain. Hal seperti ini pernah terjadi. Nah, maka dari itu saya harus berusaha supaya hal ini tidak terjadi lagi. Karena akan sangat berpengaruh kepada kondisi psikologis mereka," tuturnya.
Latihan pendakian tidaklah mudah, apalagi untuk Odapus. Lantas, berapa lama waktu yang diperlukan agar Odapus bisa dinyatakan siap dan boleh untuk mendaki?
"Awalnya itu minimal 3 bulan. Dalam bulan pertama harus berlatih yang dasar-dasar dulu, seperti peregangan. Lalu jika sudah bisa naik ke tingkat berikutnya, mulai berlatih kekuatan fisik, khususnya otot. Karena kan otot mereka akan banyak dipakai saat mendaki," ujar Rahmat.
Rahmat menambahkan bahwa tingkat pelatihan juga ditentukan oleh data medis para Odapus tersebut. Jika mereka sudah melewati tahap pelatihan tingkat pertama (peregangan), Odapus harus memberikan data medis dari hasil medical check up terbaru kepada Rahmat, sehingga Rahmat bisa melihat sejauh mana pelatihan berikutnya dapat dilakukan.
"Karena untuk berlatih endurance misalnya, kan dibutuhkan waktu yang lama untuk pelatihannya. Walaupun tidak terlalu berat, tapi waktu pelatihannya itu lama. Makanya, penting bagi saya untuk hasil medical check up mereka," tutup Rahmat.
(vit/vit)

Berita Terkait