"Kalau orang yang diberikan pendidikan formal itu belum tentu terbina, kalau saya mengasumsikan dari kasus ini ya. Pendidikan di negeri kita ini tidak teruji untuk membina seseorang menjadi berperilaku positif. Pendidikan formal itu tidak menjamin menjadikan seseorang berperilaku baik," kata psikolog Asep Khairul Gani, S.Psi. saat dihubungi oleh detikHealth dan ditulis pada Sabtu (8/3/2014).
Para psikolog memandang pelaku dalam kasus ini, kemampuan pelaku untuk mengontrol emosi sangatlah rendah. Ketika seseorang sedang dalam keadaan emosi, maka sudah tidak lagi menggunakan logika karena di dalam dirinya sudah dikuasai oleh emosi tersebut, sehingga sudah tidak ada lagi kontrol diri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika seseorang tidak bisa mengontrol emosi yang ada dalam dirinya, maka bisa membawa akibat buruk tidak hanya untuk lingkungan sekitarnya, tetapi juga untuk dirinya sendiri.
"Kalau orang marah, dalam keadaan emosi rasionya tidak jalan, hanya emosinya saja yang jalan, kalau emosi yang bekerja, tanpa disertai dengan berfikir akan dampak yang ditimbulkan, maka seseorang akan melakukan apapun yang terlintas dalam pikirannya," kata psikolog Dr Rose Mini M.Psi, yan dihubungi terpisah.
Pendidikan formal tidaklah menjamin seseorang berperilaku baik, dibutuhkan juga kecerdasan emosi dalam diri seseorang. Karena jika pendidikan formal yang baik tetapi tidak dibarengi dengan kecerdasan emosional yang baik juga, makan seseorang belum tentu bisa menjadi orang yang baik.
Sejak dini orang tua seharusnya juga mengajarkan kecerdasaan emosional pada anak, agar kelak anak dapat mengendalikan diri ketika sedang dalam keadaan emosi. Sehingga tidak akan terjadi sesuatu yang dapat merugikan lingkungan maupun diri sendiri.
Hafitd dan Sifa membunuh Sara di dalam mobil Kia Visto. Pasangan sejoli itu telah merencanakan aksi pembunuhan korban itu satu minggu sebelum korban dieksekusi di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (4/3) malam lalu. Hafitd sendiri merencanakan pembunuhan terhadap Sara karena sakit hati, korban tidak mau dihubungi lagi setelah putus. Sedangkan Sifa terlibat dalam pembunuhan itu karena cemburu pada Sara. Dia khawatir kekasihnya akan kembali ke pelukan Sara.
Di dalam mobil, mulanya mereka mengobrol biasa. Namun kemudian terjadi percekcokan saat Sara ditanya kenapa dia tidak mau dihubungi oleh Hafitd. Hafitd kemudian memukul Sara dan juga menyetrumnya dengan alat setrum hingga Sara mengerang kesakitan. Setruman Hafitd yang berkali-kali membuat Sara lemas hingga pingsan. Sifa membantu Hafitd memegangi korban dan menyumpal mulut Sara dengan koran setelah pingsan.
Berdasarkan hasil autopsi, sumpalan koran di mulut Sifa-lah yang mengakibatkan mahasiswi Universitas Bunda Mulia (UBM) itu tewas. Setelah mengetahui korban tewas, kedua pelaku lalu membuang mayat korban di pinggir tol di Bekasi.
(vit/vit)











































