Teknik melahirkan di air alias water birth makin populer karena diklaim bisa mengurangi rasa sakit. Namun para ilmuwan di Amerika Serikat mengungkap tidak ada cukup bukti bahwa teknik ini bermanfaat, malah bisa membahayakan bayi.
Sebuah penelitian menunjukkan 12 persen kelahiran yang dilakukan di air berujung pada perawatan khusus. Tidak ada satupun dalam penelitian itu, bayi yang dilahirkan bukan di air, yang juga membutuhkan perawatan semacam itu. Artinya, risikonya lebih besar pada kelahiran di air.
Selain itu, para ilmuwan juga mengumpulkan beberapa laporan yang mengaitkan water birth dengan infeksi yang berasal dari air kotor, perdarahan serius, maupun gangguan pernapasan pada bayi. Dalam beberapa kasus, bayi meninggal atau hampir meninggal karena tenggelam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Popularitas water birth belakangan ini meningkat di berbagai negara, termasuk di Inggris. Diperkirakan 1 dari 100 perempuan masa kini pernah menggunakan teknik water birth saat melahirkan, sedangkan di Inggris sendiri angkanya mencapai 7.000 orang/tahun.
Sebelumnya, Royal College of Midwives dan Royal College of Obstetricians and Gynaecologists mengatakan bahwa metode ini boleh dijadikan pilihan selama kehamilannya normal dan tidak ada komplikasi. Namun agaknya, para dokter kini mulai berhati-hati untuk merekomendasikannya.
Di dalam negeri pun, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) hingga kini tidak merekomendasikan water birth. Hasil kajian yang dilakukan selama ini menunjukkan, tidak ada cukup bukti yang mendukung klaim tentang manfaat metode ini.
"Mempertimbangkan 'cost and benefit' dari water birth, POGI tidak merekomendasikan cara tersebut. Bukan melarang ya, tetapi memang tidak merekomendasikan," kata Ketua POGI dr Nurdadi Saleh, SpOG kepada detikHealth.
(up/vta)











































