Tak Berhenti Nyanyi Setelah Mertua Meninggal, Wanita Ini Dikurung di Gudang

Tak Berhenti Nyanyi Setelah Mertua Meninggal, Wanita Ini Dikurung di Gudang

- detikHealth
Sabtu, 22 Mar 2014 09:08 WIB
Tak Berhenti Nyanyi Setelah Mertua Meninggal, Wanita Ini Dikurung di Gudang
Foto: Getty
Cornwall, Inggris - "Ding dong, penyihir sudah mati." Kata-kata yang diucapkan mirip dengan gumaman lagu itu terus saja didendangkan seorang perempuan, usai kematian ibu mertuanya. Kesal dengan tingkah perempuan itu, sang suaminya pun mengurungnya di gudang.

Adalah Andrew Salmon (42) yang tega mengurung istrinya di dalam gudang dan sama sekali tidak mengizinkkannya masuk ke rumah mereka yang berada di Cornwall, Inggris. Kasus ini pun dibawa ke meja hijau. Demikian dikutip dari Mirror, Sabtu (21/3/2014).

Kepada hakim, Salmon mengakui dirinya memang sengaja mengunci istrinya yang sedang berada di gudang yang ada di kebunnya karena tidak berhenti mendendangkan 'Ding dong, penyihir sudah mati'. Mulanya sang istri berhasil keluar dari gudang melalui jendela dan kembali ke rumah.

Di rumah, perempuan itu bergegas naik ke atas dan melempar keluar pakaian suaminya dari jendela. Kesal dengan ulah sang istri, salmon pun menghimpit dan memukulnya. Salmon juga mengira istrinya berselingkuh. Dia lantas menyeret kaki istrinya ke gudang, dan kembali menguncinya.

Kepada petugas Salmon mengaku dirinya sangat menyesal dengan apa yang telah dilakukan. Dia juga menyebut bahwa dirinya depresi dan tidak bahagia lantaran istrinya tidak cukup memberinya dukungan dan semangat selepas kematian ibunya.

Salmon mengaku melakukan penyerangan pada sang istri pada 6 Februari lalu. Hukuman untuk Salmon hingga kini masih ditangguhkan.

Emosi negatif, termasuk di antaranya stres dan marah-marah, memang dampaknya tidak baik. Selain bisa membut gelap mata, hal itu juga kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko serangan jantung. Bukan saja pada saat marah-marah, peningkatan risiko akan bertahan hingga 2 jam sesudahnya.

Dalam sebuah laporan di European Heart Journal, peneliti dari Harvard University menampilkan kajian sistematik atas 9 penelitian antra Januari 1966 hingga Juni 2013. Seluruh penelitian yang dikaji mengaitkan amarah dengan risiko gangguan kardiovaskular. Bagi yang memiliki risiko kardiovaskular rendah, peningkatan risiko yang marah-marah hanya sebulan sekali, terjadi hanya sekitar 1 di antara 10.000 orang. Sedangkan bila punya risiko lain seperti diabetes dan stroke, peningkatan risikonya terjadi pada 4 di antara 10.000 orang.

Namun bila seseorang marah-marah hingga 5 kali dalam sehari, peningkatan risiko terjadi pada 158 di antara 10.000 orang. Pada risiko tinggi, peningkatannya terjadi pada lebih banyak orang yakni 657 di antara 10.000 orang. Tidak diketahui pasti bagaimana marah-marah bisa meningkatkan risiko serangan jantung. Namun para ilmuwan memberi catatan, stres saat marah-marah bisa meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah, yang merupakan pemicu respons radang dan serangan jantung.

(vit/up)

Berita Terkait