Kecanduan Selfie, Danny Hampir Bunuh Diri karena Fotonya Tak Sempurna

Kecanduan Selfie, Danny Hampir Bunuh Diri karena Fotonya Tak Sempurna

- detikHealth
Senin, 24 Mar 2014 10:46 WIB
Kecanduan Selfie, Danny Hampir Bunuh Diri karena Fotonya Tak Sempurna
Danny Bowman (Foto: Sunday Mirror)
Newcastle, Inggris - Bagi remaja bernama Danny Bowman (19), bukan obat terlarang atau video game yang membuat ia kecanduan melainkan selfie alias memotret dirinya sendiri. Parahnya, ketika ia gagal mendapatkan foto yang sempurna, Danny akan frustasi dan mencoba bunuh diri.

Dalam sehari, Danny akan menghabiskan waktu sepuluh jam untuk mengambil sampai 200 foto di iPhone-nya. Selama enam bulan ia tak pernah meninggalkan rumah, putus sekolah, dan menurunkan bobot sampai 12 kg demi terlihat lebih menarik di kamera. Ketika orang tuanya berusaha menasihatinya, Danny justru menjadi anak yang agresif.

Hingga suatu hari, karena terlalu frustasi gagal mendapat foto selfie yang sempurna, Danny nekat menenggak obat yang membuatnya overdosis. Untungnya, sang ibu, Penny berhasil mengetahui aksi nekat puteranya ini. Kini, Danny diyakini menjadi remaja pertama di Inggris yang kecanduan selfie.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia pun tengah berjuang untuk bbisa hidup normal setelah menjalani terapi di seuah rumah sakit untuk mengobati kecanduan teknologi, OCD, dan Body Dysmorphic Disorder atau kecemasan berlebih terhadap penampilan pribadinya.

"Aku terus berusaha mendapat foto selfie yang sempurna. Ketika aku sadar tidak mendapatkannya, aku ingin mati. Aku kehilangan teman, pendidikan, kesehatan, dan hampir seluruh hidupku," kisah Danny, demikian dikutip dari Mirror, Senin (24/3/2014).

Menurut dr David Veal, psikiater yang merawat Danny, apa yang dialami Danny adalah masalah serius sebab ia bukan berniat menyombongkan diri tetapi mengalami gangguan kesehatan mental yang membuatnya ingin bunuh diri. Di Inggris, tren selfie memang sudah meningkat.

Tahun lalu, penelitian yang dilajukan Oxford English Dictionary menunjukkan frekuensi selfie penduduk melonjak 17.000 persen dalam satu tahun. Nah, Danny lah salah satu orang yang mengikuti tren tersebut. Setiap hari, ia mengaku yang dipikirkan adalah bagaimana bisa menggunakan ponselnya untuk bisa mendapat gambar terbaik.

"Hingga di suatu titik aku merasa tidak mampu lagi memenuhi keinginanku mendapat gambar yang sempurna. Ketika orang memposting foto mereka di facebook atau twitter, akan ada misi tersembunyi dan itu bisa menjadi candu seperti alkohol atau obat," kata Danny.

Di usia 15 tahun, Danny pertama kali memposting foto selfienya di facebook. Saat itu, orang banyak yang mengomentari fotonya misalnya hidungnya terlalu besar atau kulitnya terlalu gelap. Ketika mendapat komentar positif, Danny mengaku bangga luar biasa tapi langsung frustasi ketika ada komentar negatif tentang fotonya. Memang, remaja asal Newcastle ini mengaku ingin menjadi model.

Tahun 2011 ia pun menjajal untuk jadi model tapi agency mengatakan tubuh dan kulit Danny kurang pas untuk menjadi model. Itulah awal dari kecanduan selfienya. Dalam dua minggu, ia bisa mengambil 80 foto selfie. Tak ragu, ia sering berganti ruang untuk foto selfie di rumahnya. Kemudian meneliti gambarnya. Bahkan, Danny meniru gaya idolanya, Leonardo DiCaprio tapi tetap hasil jepretan kameranya tak membuat ia puas.

Di sekolah pun, Danny mulai sering tidak masuk jam pelajaran. Hingga di usia 16 tahun, ia terpaksa putus sekolah dan bisa foto selfie sepuasnya di rumah. Kondisi ini membuat orang tuanya, Robert dan Penny khawatir, Mereka sempat menyita ponsel Danny tapi puteranya malah merajuk. Kemudian, mereka membawa Danny ke London’s Maudsley Hospital.

"Awalnya aku dijauhkan dari ponsel selama sepuluh menit, lalu setengah jam, dan satu jam. Saat itu terasa berat dan aku diajak berjalan menelusuri lorong rumah sakit tanpa ponsel. Aku sadar bahwa orang-orang tak terlalu memperhatikan penampilanku," papar Danny.

Sang ayah, Robert, mengaku lega karena setelah terapi, Danny sudah tidak mengambil foto selfie lagi selama tujuh bulan. Ia menghimbau kepada para orang tua untuk tetap memperhatikan anak-anaknya dalam menggunakan teknologi, jangan sampai berujung pada kecanduan yang bisa membahayakan nyawa anak.

"Kedengarannya sepele dan tidak berbahaya. Tapi aku yang sudah merasakan kecanduan itu benar-benar berada dalam posisi bahaya dan aku tidak ingin berada dalam situasi itu lagi," tutur Danny yang kini bekerja di badan amal untuk meningkatkan kesadaran tentang isu kesehatan mental pada remaja.

(rdn/vit)

Berita Terkait