Jumat (4/4/2014) pagi, anak-anak pasien kanker yang tinggal di rumah singgah Yayasan Kanker Anak Jogja (YKAJ) sedang berjalan-jalan. Untuk perlindungan, anak-anak tersebut mengenakan masker. Beberapa warga menyapa ramah, berteriak memberi semangat.
"Ayo, olahraga biar sehat!" ujar Retno Ratih, pengurus rumah singgah, menirukan seruan seorang warga. Namun, ada juga warga yang justru menyingkir dan menutup pintu.
Perlakuan tersebut menimbulkan ketakutan tersendiri bagi Kartini, seorang ibu rumah tangga asal Banyuwangi, yang putranya terkena kanker darah. Ia telah tinggal di rumah singgah YKAKJ sejak awal tahun lalu.
Ryan Dwi Anggoro, bocah berusia lima tahun itu mungkin tak lama lagi akan sembuh. Tetapi Kartini justru takut kembali pulang ke daerah asalnya. Ia khawatir akan dijauhi para tetangga karena sakit yang pernah diderita putranya.
"Soalnya anak kita ini kan penyakitnya langka. Orang sana kan belum tentu tahu kalau anak kita penyakitnya tidak menular. Saya takutnya di situ. Saya takut kalau saya pulang ke sana, nggak diterima," ujar Kartini.
Ia bercerita, beberapa hari yang lalu anak sulungnya, Dea, berkunjung ke rumah singgah untuk menemui Ryan. Namun belum lama Dea tinggal, pamannya datang menjemput memaksa Dea pulang. Menurut penuturan Kartini, pria itu khawatir Dea akan tertular sakit yang sama dengan Ryan.
"Itu saudara sendiri, apalagi tetangga yang lain. Jadi kalau mau pulang, saya ini masih berpikir panjang," tutur Kartini ketika berbincang dengan detikHealth, seperti ditulis pada Senin (7/4/2014).
Ia berharap ada pihak yang bersedia memberi penyuluhan tentang kanker pada masyarakat awam. Ia ingin masyarakat tahu bahwa kanker bukan merupakan penyakit menular. Justru anak-anak dengan kanker lah yang mudah terpapar virus dari orang normal, karena imun mereka lemah.
"Seandainya ada dari pihak yayasan, atau yang tahu tentang penyakit kanker, datang ke desa saya dulu kasih peyuluhan sebelum saya pulang. Biar anak saya bisa diterima di sana," ujarnya diliputi berbagai emosi.
Tidak semua ibu mendapat perlakuan yang sama seperti Kartini. Darsinah dan Fatimah, misalnya. Kedua wanita yang juga penghuni rumah singgah itu menuturkan bahwa para tetangga justru ingin membesuk anak mereka.
(vit/vit)











































