Hal itu dialami seorang siswa di TK internasional bilangan Jakarta. Menurut penuturan polos sang anak, para pelaku yang kebanyakan laki-laki itu memasukkan alat kelamin ke anusnya. Mengerikan! Anak sekecil itu sudah dipaksa disodomi. Yang bikin miris, peristiwa terjadi di toilet sekolah. Tentu orang tuanya tidak menyangka sama sekali bahwa sekolah bisa menjadi tempat yang tidak aman bagi anaknya.
"Ini memang bisa terjadi di mana saja. Karena pada dasarnya ada orang tertentu yang punya orientasi seksual pada anak kecil, yang dinamakan paedofil. Commonly ini dilakukan oleh laki-laki. Bisa terjadi di mana saja karena mereka mencari pelampiasan terdekat. Orientasi seksualnya diarahkan pada anak-anak, kemudian diekspresikan lewat perbuatan itu," tutur psikolog anak dan remaja, Efnie Indrianie, MPSi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pelaku pertimbangan logikanya kurang. Orang yang orientasi seksualnya seperti ini biasanya yang terpenting baginya adalah pemenuhan kebutuhan seks dan bukannya safety. Fungsi kognitif yang dipakai adalah fungsi dorongan, fungsi di batang otak. Sifatnya spontan dan jarang memaksimalkan fungsi dari neuro cortex," papar Efnie.
Penggunaan senjata tajam untuk mengancam si anak agar tidak menangis atau tidak menceritakan kejadian itu pada orang lain, menurut Efnie, bukan karena perbuatan itu dilakukan secara terencana. Senjata tajam itu di mata Efnie digunakan semata untuk melindungi perbuatannya agar tidak mudah diketahui orang lain.
"Ini sebenarnya umum sekali, di mana pelaku menggunakan ancaman dan lain-lain. Pelaku yang lebih smart dalam tindakan kriminal malah biasanya menggunakan cara yang lebih lembut, sehingga membuat korban terkesima, teperdaya, dan tidak tahu sedang menjadi korban," imbuhnya.
Menindaklanjuti kasus laporan pelecehan seksual pada bocah TK usia 5 tahun yang terjadi di toilet sekolah internasional di Jakarta Selatan, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya telah menetapkan 3 tersangka. Salah satu tersangka adalah seorang perempuan.
Ketiga tersangka yakni Agun, Firziawan dan Afriska yang merupakan petugas cleaning service di sekolah tersebut.
Afriska tidak ditahan karena persangkaan perbuatannya tidak diharuskan dilakukan penahanan. Sementara dua pelaku, Agun dan Awan dikenakan Pasal 292 KUHP tentang pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan Undang-undang Perlindungan Anak.
Menurut penuturan ibunda bocah yang menjadi korban pelecehan, Afriska berperan memegangi korban saat mendapatkan kekerasan seksual dari petugas cleaning service laki-laki. Sang Bunda juga menduga korban tidak hanya dua kali itu saja mendapat kekerasan seksual lantaran pelaku diketahui lebih dari 2 orang.
Akibat pelecehan seksual itu, sang bocah terserang herpes di anusnya. Diduga kuat penyakit itu ditularkan oleh pelaku. Terbukti dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, mereka positif memiliki bakteri yang sama dengan bakteri yang ada pada anus korban.
(vit/up)











































