Profesor Claudio Ronco dari International Renal Research Institute, San Bartolo Hospital, Vicenza merasa mesin dialisis untuk orang dewasa kurang akurat dan berpotensi bahaya bila digunakan untuk melakukan prosedur cuci darah pada bayi dengan gagal ginjal.
"Masalah utamanya, perangkat dialisis orang dewasa ada kecenderungan menyedot terlalu banyak cairan dari pasien anak, sehingga si anak bisa dehidrasi dan kehilangan tekanan darah, atau menyebabkan cairan dalam tubuh jadi terlalu sedikit, berakibat pada tekanan darah meninggi dan edema," paparnya seperti dikutip dari BBC, Senin (26/5/2014).
Untuk itulah, Prof Ronco merancang dan mengembangkan sendiri mesin dialisis untuk bayi, yang diberi nama Carpe Diem (cardio-renal pediatric dialysis emergency machine).
Alat ini dapat menggantikan fungsi ginjal yang hilang pada bayi dengan gagal ginjal dengan cara menyedot kelebihan cairan dan urine dari tubuh pasien melalui pembuluh darahnya. Carpe Diem sendiri ditujukan untuk bayi-bayi dengan berat badan berkisar antara 2-10 kg.
Kelebihan lainnya, kateter yang dipakai juga berukuran lebih kecil dari normal sehingga kerusakan pembuluh darah pada bayi bisa dicegah.
Bentuk miniatur dari mesin dialisis orang dewasa itu sendiri telah diujicobakan pada seorang bayi yang baru lahir namun mengalami kegagalan sejumlah organ dalam tubuhnya. Bayi tersebut lahir prematur pada bulan Agustus 2013, dengan berat hanya 2,9 kg.
Setelah dipakaikan Carpe Diem selama 20 hari, tim dokter sudah tak perlu lagi melakukan prosedur dialisis atau cuci darah pada pasien. Fungsi ginjalnya pun kembali normal, bahkan bayi perempuan itu sudah bisa dibawa pulang ke rumah 50 hari kemudian, kendati masih ada disfungsi ginjal yang signifikan pada tubuhnya.
"Kami harap kesuksesan ini mendorong dikembangkannya teknologi medis lain yang didesain khusus untuk bayi dan anak-anak," kata Prof Ronco.
Menanggapi temuan ini, Dr Meeta Mallik, pakar ginjal anak dari Nottingham Children's Hospital mengatakan setidaknya keberadaan alat ini memberikan alternatif bagi dokter ketika menangani bayi dengan gangguan ginjal.
Hal ini karena meskipun teknologi cuci darah sudah sangat maju, prosedur ini masih cukup menantang. Apalagi tingkat keberlangsungan hidup bayi-bayi yang pernah dicuci darahnya hanya 75 persen dalam kurun 10 tahun pertama kehidupannya pasca menjalani perawatan.











































