Lembaga yang berada di bawah kendali dan pengawasan langsung Balitbang Kementerian Kesehatan RI ini ternyata tak hanya mendata berbagai tanaman obat di Indonesia. B2P2TOOT juga melakukan riset untuk Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) serta riset untuk membuat produk jamu yang terstandar atau bahkan disaintifikasi sehingga dapat disejajarkan dengan obat kimiawi.
"Di sini kita punya 9-10 lab (laboratorium), antara lain lab kultur dan jaringan tanaman, lab formulasi, lab instrumen. Tiap pengunjung bisa melihat keseluruhan lab ini tapi hanya dari luar, ada standarnya," terang Nagiot Cansalony Tambunan, Kabid Program Kerjasama dan Informasi B2P2OOT kepada wartawan yang ikut serta dalam Deltomed Media Kids Trip to Solo.
Ketika sedang mencoba mengeksplor tiap sudut gedung lab, semerbak bau jamu pun merasuk ke hidung. Paham akan hal ini, Nagiot langsung menjelaskan. "Di sini juga kafe jamu, kita mengistilahkannya begitu, untuk membuat sediaan jamu yang siap dikonsumsi. Selain untuk konsumsi internal, kami juga biasanya membuka kafe jamu ini saat ada event (pameran)," sambungnya.
Perjalanan dilanjutkan menuju lab formulasi. detikHealth dan sejumlah wartawan lainnya ditemui oleh kepala lab, Ibu Awal P. Beliau menjelaskan sejumlah jenis jamu yang banyak diminati masyarakat.
"Untuk jamu anak-anak yang formulanya sudah kita standarkan baru kunyit asam dan beras kencur. Tapi untuk jamu, kita batasi, tidak semua anak boleh mengonsumsi. Baru boleh dikonsumsi di atas usia tiga-empat tahun, karena kalau di bawah itu kan sistemnya tubuh belum sempurna jadi belum dapat mencerna (jamu atau makanan lain) dengan baik," jelas Awal.
Akan tetapi, Awal menegaskan bahwasanya produk jamu yang diformulasikan B2P2TOOT bukan bersifat kuratif, melainkan hanya untuk fungsi sederhana seperti menjaga daya tahan, meredakan kelelahan dan meningkatkan nafsu makan pada anak.
Sedangkan untuk orang dewasa, Awal juga mengutarakan salah satu produk yang paling diminati adalah ekstrak Purwaceng atau penambah stamina dan kejantanan pria. "Walaupun permintaannya tinggi, tapi ini biasanya hanya kami produksi saat ada pameran, soalnya bahan bakunya mahal, Rp 1,5 juta/kg (Purwaceng)," kata Awal sembari tertawa.
Sedangkan produk B2P2TOOT yang digemari ibu-ibu adalah chamomile tea. Teh ini diklaim dapat memberikan efek relaksasi, terutama bagi ibu yang sulit punya anak.
Awal juga mengemukakan produk B2P2TOOT aman dikonsumsi oleh ibu hamil dan menyusui. "Misalkan beras kencur itu kan bagus untuk ibu yang sedang laktasi atau ibu hamil kan biasanya pegel-pegel atau kram, beras kencur itu juga bisa mereduksi (pegal-pegal) tadi," sambung ibu berjilbab tersebut.
Nagiot juga mengajak rombongan wartawan untuk melihat-lihat kebun produksi mereka, salah satunya yang persis berada di belakang gedung laboratorium. Di kebun belakang itu Nagiot mengklaim ada sekitar 60 jenis tanaman, sisanya tersebar di kebun produksi lain.
Uniknya, detikHealth juga menjumpai tanaman yang mendapat 'perlakuan khusus' yakni tanaman yang tergolong narkotika, koka (Erythroxy Coca) dan ganja (Cannabis sativum).
"Ini sengaja kita beginikan (diletakkan dalam kandang besi berlapis dua) karena kami takut ada yang menyalahgunakan," jelas Nagiot. Menurut pengamatan detikHealth, hanya ada tiga pucuk ganja ditanam di dalam 'kandang' tersebut. 'Kandangnya' pun dilapisi oleh kawat berduri sebanyak dua lapis hingga ke atas menutupi atap agar tak sembarang orang bisa mengambilnya.
Yang tak kalah menarik adalah etalase tanaman obat milik B2P2TOOT yang baru dirapikan pada tahun 2006. Nagiot memperkirakan jumlah spesies tanaman obat yang ada di 'etalase' dengan konsep taman itu mencapai 1.100 lebih. Namun karena sudah penuh, spesies tambahan diletakkan di sebelah kebun produksi B2P2TOOT yang terletak di kaki Gunung Lawu.
"Bibitnya kita jual juga, ada yang untuk riset, ada juga untuk kloning," katanya, seperti ditulis Selasa (24/6/2014).
(lil/up)











































