Untuk memperoleh gelar doktornya, Dr dr Mirta Hediyati Reksodiputro, Sp.THT-KL(K) melakukan penelitian mengenai cangkok kulit terhadap penyembuhan luka. Penelitian ini merujuk pada proses rekayasa jaringan kulit dengan dua jenis metode berbeda. Dua metode pencangkokan kulit yang ditelaah adalah Platelet Rich Plasma (PRP) dan Platelet Rich Fibrin Matrix (PRFM).
"PRP dan PRFM ini berbentuk cairan yang disuntikkan ke kulit cangkok. Perbedaannya PRP membutuhkan semacam trombin dari sapi dan PRFM adalah konsentrat trombosit yang dapat menghasilkan benang fibrin dari darah. Benang-benang fibrin inilah yang mempercepat proses penyembuhan luka," papar dr. Mirta saat ditemui detikHealth di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta, seperti ditulis Jumat (4/7/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan PRP maupun PRFM, kulit cangkok akan mendapat nutrisi dari aliran darah supaya bisa hidup dan menutup luka. Hasilnya, PRFM ternyata jauh lebih optimal daripada PRP karena PRFM menggunakan darah yang sudah ada dalam tubuh.
"Untuk penyembuhan luka sampai menutup kembali membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan hingga bertahun-tahun. Diperkirakan penyembuhan luka ini akan sembuh hingga 80 persen dalam kurun waktu tiga bulan," kata dr. Mirta.
Sebetulnya transplantasi kulit haruslah dilakukan dalam kondisi tertentu seperti pasca pengangkatan tumor atau operasi yang butuh proses penyembuhan cepat. Tidak ada batasan usia untuk menerapkan hal ini.
"Tentulah transplantasi kulit ini berbeda dengan stem cell. PRFM ini sifatnya lebih merangsang faktor pertumbuhan sehingga sel-sel untuk menutup luka bukan menumbuhkan jaringan," tutup dr Mirta.
(rdn/up)











































