Dikatakan sang ibu, Cath, Summer didiangsona dravet syndrome, bentuk ekstrem dari epilepsi sejak usia enam bulan. Awalnya ia hanya mengalami jekang satu kali sehari dengan durasi beberapa menit.
Tapi kini, Summer bisa kejang sampai 16 kali dalam sehari dengan durasi beberapa menit bahkan 4 jam. Untuk itulah Cath melarang putrinya bermain di luar rumah karena ia tak ingin Summer terluka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti penuturan Dr dr R.A Setyo Handryastuti, Sp.A (K) , meskipun anak dengan epilepsi berpeluang untuk hidup normal, pada kenyataannya berbagai masalah dapat menyertai anak dengan epilepsi, salah satunya adalah penyakit penyerta (komorbiditas).
"Bisa berupa perkembangan yang terlambat, retardasi mental atau gangguan sikap dan perilaku. Semakin lama seseorang menderita epilepsi dan makin berat, angka komorbiditasnya juga makin tinggi," jelas dr Setyo beberapa waktu lalu dan ditulis pada Senin (11/8/2014).
Sementara itu, dr Tjhin Wiguna, SpKJ Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSCM/FKUI mengatakan, pada anak dengan epilepsi, orang tua maupun anggota keluarga sebagai unsur terdekat dengan anak perlu lebih sensitif.
"Baik terhadap perubahan emosi maupun perilaku anak, sehingga jika ada perubahan pada aspek itu akan cepat terdeteksi dan dilakukan penanganan sedini mungkin sehingga kualitas hidup anak dapat dipertahankan seoptimal mungkin," kata dr Tjhin.
(rdn/up)











































