Kena Epilepsi Ekstrem, Bocah 2 Tahun Ini Bisa Kejang 16 Kali Sehari

Kena Epilepsi Ekstrem, Bocah 2 Tahun Ini Bisa Kejang 16 Kali Sehari

- detikHealth
Senin, 11 Agu 2014 13:00 WIB
Kena Epilepsi Ekstrem, Bocah 2 Tahun Ini Bisa Kejang 16 Kali Sehari
Summer Pullen (Sofia Bouzidi)
Staffordshire - Bagi sebagian anak, epilepsi merupakan masalah neurologis yang bisa mengganggu kegiatan sehari-hari mereka, bahkan hanya untuk bermain. Seperti yang dialami bocah 2 tahun bernama Summer Pullen. Ia tak diizinkan main di luar rumah karena epilepsi yang diidapnya.

Dikatakan sang ibu, Cath, Summer didiangsona dravet syndrome, bentuk ekstrem dari epilepsi sejak usia enam bulan. Awalnya ia hanya mengalami jekang satu kali sehari dengan durasi beberapa menit.

Tapi kini, Summer bisa kejang sampai 16 kali dalam sehari dengan durasi beberapa menit bahkan 4 jam. Untuk itulah Cath melarang putrinya bermain di luar rumah karena ia tak ingin Summer terluka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saat pesta ulang tahun kakaknya, Summer bermain di luar ternyata ia kejang dan terjatuh lalu ada benjolan besar di kepalanya, hitam di bagian bawah mata dan luka di tubuhnya. Sejak saat itu aku melarangnya bermain di luar rumah," tutur Cath.

Seperti penuturan Dr dr R.A Setyo Handryastuti, Sp.A (K) , meskipun anak dengan epilepsi berpeluang untuk hidup normal, pada kenyataannya berbagai masalah dapat menyertai anak dengan epilepsi, salah satunya adalah penyakit penyerta (komorbiditas).

"Bisa berupa perkembangan yang terlambat, retardasi mental atau gangguan sikap dan perilaku. Semakin lama seseorang menderita epilepsi dan makin berat, angka komorbiditasnya juga makin tinggi," jelas dr Setyo beberapa waktu lalu dan ditulis pada Senin (11/8/2014).

Sementara itu, dr Tjhin Wiguna, SpKJ Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSCM/FKUI mengatakan, pada anak dengan epilepsi, orang tua maupun anggota keluarga sebagai unsur terdekat dengan anak perlu lebih sensitif.

"Baik terhadap perubahan emosi maupun perilaku anak, sehingga jika ada perubahan pada aspek itu akan cepat terdeteksi dan dilakukan penanganan sedini mungkin sehingga kualitas hidup anak dapat dipertahankan seoptimal mungkin," kata dr Tjhin.

(rdn/up)

Berita Terkait