Ini Daftar Sindrom dan Penyakit Baru Gara-gara Internet (1)

Ini Daftar Sindrom dan Penyakit Baru Gara-gara Internet (1)

- detikHealth
Selasa, 26 Agu 2014 14:10 WIB
Ini Daftar Sindrom dan Penyakit Baru Gara-gara Internet (1)
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Internet diciptakan untuk memudahkan orang mencari informasi dengan cepat dan akurat. Awalnya memang banyak yang diuntungkan dengan teknologi ini, namun lama-kelamaan ada juga yang 'terlalu nyaman' menggunakan internet hingga ketagihan.

Awas, berbagai gangguan kesehatan pun siap mengintai bila Anda terlalu banyak menghabiskan waktu dengan teknologi ini. Bahkan muncul gangguan-gangguan fisik maupun mental baru karenanya. Seperti apa gangguan fisik dan mental baru yang dimaksud?

Simak paparannya seperti dirangkum detikHealth, Selasa (26/8/2014).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



1. Sindrom 'Ponsel Bergetar'

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Phantom phone ringing syndrome atau phantom vibration syndrome adalah kondisi di mana Anda merasa ponsel di kantung seperti bergetar namun sebenarnya tak ada panggilan atau SMS masuk.

Belakangan peneliti dari University of Sydney berhasil menemukan penjelasan mengapa hal ini bisa terjadi. Mereka menduga sensasi getaran ponsel tersebut sebenarnya pengaruh dari radiasi gelombang elektromagnetik dari ponsel.

"Saya kira itu terkait sinyal elektrik yang berasal dari transmisi (radiasi ponsel), yang ditangkap sistem saraf di sekitarnya dan memberikan sensasi bergetar," kata salah satu peneliti, Alex Blaszczynski.

2. Sindrom Gaya Hidup Sibuk

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Berdasarkan hasil penelitian CPS Research, Glasgow, sindrom gaya hidup sibuk atau Busy Lifestyle Syndrome (BLS) ini adalah sejenis gangguan ingatan baru yang terjadi karena orang-orang modern seperti sekarang ini cenderung disibukkan oleh kehidupan yang serba hectic dan sibuk, termasuk 'dibombardir' dengan berbagai informasi dari ponsel, TV dan internet sekaligus.

Salah satu gejala yang dapat dikaitkan dengan gangguan ini antara lain turunnya rentang perhatian (attention span) dan tingkat konsentrasi, yang paling sering ditemukan pada generasi muda.

3. Sindrom Pembunuh Gairah Bercinta

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Nama lainnya Sexual Attention Deficit Disorder (SADD). Kondisi ini paling banyak ditemukan pada pria-pria yang terlalu banyak menonton video porno di internet dan masturbasi.

Gejala pertama, mereka sulit memusatkan perhatian pada seks yang sebenarnya, seperti halnya yang terjadi pada pengidap ADD (Attention Deficit Disorder) atau sindrom yang menyebabkan gangguan pemusatan perhatian. Akibatnya, orang dengan SADD sering kesulitan mempertahankan ereksi selama hubungan seksual atau susah ejakulasi. Bahkan, jika SADD-nya sudah parah, seseorang hanya dapat orgasme dengan rangsangan tangan atau oral.

Pria dengan SADD juga cenderung merasa bosan atau tidak sabar saat berhubungan seks. Anda mungkin akan terangsang secara fisiologis saja, di mana penis mampu ereksi, tetapi kondisi psikologis Anda tidak dapat menanggapi rangsangan tersebut.

4. Fobia Ketinggalan Berita

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Fenomena ini terjadi ketika Anda membuka akun jejaring sosial lalu mengetahui teman-teman Anda tampaknya asyik membahas sesuatu dan Anda merasa sedih atau tertinggal karena tak dapat mengikuti obrolan itu, bahkan tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Istilah asingnya adalah 'Fear of Missing Out' atau FoMO. Anehnya, konsep ini muncul karena seseorang merasa khawatir bila orang lain terlihat asyik sendiri atau lebih bahagia daripada mereka. 'Pengidap' FoMO juga cenderung ingin terhubung dengan media sosial secara terus-menerus, terutama untuk mengetahui apa yang orang lain lakukan alias kepo.

5. Infomania

Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Hampir mirip dengan sindrom 'Fear of Missing Out' atau FoMO, infomania adalah salah satu jenis kecanduan yang tidak sehat terhadap ponsel pintar seperti iPhone. Kondisi ini muncul akibat pengalihan perhatian oleh gadget secara terus-menerus dan desakan untuk selalu mengecek ponsel.

Tak hanya itu, infomania ini juga didorong oleh ketakutan seseorang untuk disebut kuper (kurang pergaulan) atau ketinggalan jaman. Penderita kecanduan ini enggan melewatkan berbagai pesta yang digelar teman-temannya, berita terbaru atau gosip selebriti terhangat yang seringkali dijadikan acuan tingkat 'gaul' seseorang di mata orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulannya.

6. Demensia Digital

Ilustrasi (Foto: Getty Images)
Peneliti dan juga dokter bernama Byun Gi-won dan teman-temannya dari Balance Brain Centre, Seoul menemukan istilah 'demensia digital'. Konsep ini merujuk pada kecenderungan para remaja masa kini yang begitu bergantung pada teknologi digital sehingga mereka tak lagi mampu mengingat hal-hal kecil dalam kesehariannya seperti nomor ponsel mereka sendiri.

"Penggunaan ponsel pintar dan perangkat games secara berlebihan terbukti mengganggu perkembangan otak dan menurunkan kemampuan kognitif mereka seperti halnya pada pasien cedera kepala bahkan juga penyakit kejiwaan," tandas Gi-won.
Halaman 2 dari 7
Phantom phone ringing syndrome atau phantom vibration syndrome adalah kondisi di mana Anda merasa ponsel di kantung seperti bergetar namun sebenarnya tak ada panggilan atau SMS masuk.

Belakangan peneliti dari University of Sydney berhasil menemukan penjelasan mengapa hal ini bisa terjadi. Mereka menduga sensasi getaran ponsel tersebut sebenarnya pengaruh dari radiasi gelombang elektromagnetik dari ponsel.

"Saya kira itu terkait sinyal elektrik yang berasal dari transmisi (radiasi ponsel), yang ditangkap sistem saraf di sekitarnya dan memberikan sensasi bergetar," kata salah satu peneliti, Alex Blaszczynski.

Berdasarkan hasil penelitian CPS Research, Glasgow, sindrom gaya hidup sibuk atau Busy Lifestyle Syndrome (BLS) ini adalah sejenis gangguan ingatan baru yang terjadi karena orang-orang modern seperti sekarang ini cenderung disibukkan oleh kehidupan yang serba hectic dan sibuk, termasuk 'dibombardir' dengan berbagai informasi dari ponsel, TV dan internet sekaligus.

Salah satu gejala yang dapat dikaitkan dengan gangguan ini antara lain turunnya rentang perhatian (attention span) dan tingkat konsentrasi, yang paling sering ditemukan pada generasi muda.

Nama lainnya Sexual Attention Deficit Disorder (SADD). Kondisi ini paling banyak ditemukan pada pria-pria yang terlalu banyak menonton video porno di internet dan masturbasi.

Gejala pertama, mereka sulit memusatkan perhatian pada seks yang sebenarnya, seperti halnya yang terjadi pada pengidap ADD (Attention Deficit Disorder) atau sindrom yang menyebabkan gangguan pemusatan perhatian. Akibatnya, orang dengan SADD sering kesulitan mempertahankan ereksi selama hubungan seksual atau susah ejakulasi. Bahkan, jika SADD-nya sudah parah, seseorang hanya dapat orgasme dengan rangsangan tangan atau oral.

Pria dengan SADD juga cenderung merasa bosan atau tidak sabar saat berhubungan seks. Anda mungkin akan terangsang secara fisiologis saja, di mana penis mampu ereksi, tetapi kondisi psikologis Anda tidak dapat menanggapi rangsangan tersebut.

Fenomena ini terjadi ketika Anda membuka akun jejaring sosial lalu mengetahui teman-teman Anda tampaknya asyik membahas sesuatu dan Anda merasa sedih atau tertinggal karena tak dapat mengikuti obrolan itu, bahkan tak tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Istilah asingnya adalah 'Fear of Missing Out' atau FoMO. Anehnya, konsep ini muncul karena seseorang merasa khawatir bila orang lain terlihat asyik sendiri atau lebih bahagia daripada mereka. 'Pengidap' FoMO juga cenderung ingin terhubung dengan media sosial secara terus-menerus, terutama untuk mengetahui apa yang orang lain lakukan alias kepo.

Hampir mirip dengan sindrom 'Fear of Missing Out' atau FoMO, infomania adalah salah satu jenis kecanduan yang tidak sehat terhadap ponsel pintar seperti iPhone. Kondisi ini muncul akibat pengalihan perhatian oleh gadget secara terus-menerus dan desakan untuk selalu mengecek ponsel.

Tak hanya itu, infomania ini juga didorong oleh ketakutan seseorang untuk disebut kuper (kurang pergaulan) atau ketinggalan jaman. Penderita kecanduan ini enggan melewatkan berbagai pesta yang digelar teman-temannya, berita terbaru atau gosip selebriti terhangat yang seringkali dijadikan acuan tingkat 'gaul' seseorang di mata orang-orang yang berada dalam lingkungan pergaulannya.

Peneliti dan juga dokter bernama Byun Gi-won dan teman-temannya dari Balance Brain Centre, Seoul menemukan istilah 'demensia digital'. Konsep ini merujuk pada kecenderungan para remaja masa kini yang begitu bergantung pada teknologi digital sehingga mereka tak lagi mampu mengingat hal-hal kecil dalam kesehariannya seperti nomor ponsel mereka sendiri.

"Penggunaan ponsel pintar dan perangkat games secara berlebihan terbukti mengganggu perkembangan otak dan menurunkan kemampuan kognitif mereka seperti halnya pada pasien cedera kepala bahkan juga penyakit kejiwaan," tandas Gi-won.

(lil/ajg)

Berita Terkait