Konsumsi Mi Instan Tinggi, Begini Cara Pakar Membendungnya

Konsumsi Mi Instan Tinggi, Begini Cara Pakar Membendungnya

- detikHealth
Selasa, 02 Sep 2014 14:04 WIB
Konsumsi Mi Instan Tinggi, Begini Cara Pakar Membendungnya
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Yogyakarta - Mi instan seakan sudah menjadi bagian dari pola makan masyarakat Indonesia. Apalagi dengan harganya yang murah, bahan makanan ini bahkan menjadi makanan pokok di beberapa tempat.

"Dari penelitian mahasiswa saya, memang ada beberapa keluarga di Indonesia yang dari pagi sampe malam hanya makan makanan siap saji saja. Salah satu alasannya, mereka mengikuti gaya hidup moderen," tutur Dr Pinky Saptandari MA, di seminar Nutritalk dalam rangka ulang tahun ke-60 Sari Husada di Hotel Hyatt Yogyakarta dan ditulis Selasa (2/9/2014).

Staf Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tersebut juga mengamini pernyataan Prof dr Endang L Achadi, MPH, Dr.PH. dari Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat UI tentang jumlah kasus stunting (pendek) dan overweight (kelebihan berat badan) pada anak di Indonesia yang tak jauh berbeda pada kelompok kaya maupun miskin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Indonesia kemiskinan memang berpengaruh terhadap ketersediaan pangan. Namun orang yang miskin pun tidak berusaha makan makanan yang sehat karena tuntutan budaya moderen," imbuhnya.

Staf pengajar Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya itu mengaku pernah menemui sebuah keluarga di mana sang ibu mengenyam pendidikan yang lebih tinggi dari suaminya. Namun konsumsi mi instannya juga tinggi, bahkan tahun ini yang bersangkutan meninggal dunia karena kanker usus.

"Kita berharap pendidikan akan mempengaruhi pengambilan keputusannya untuk hidup lebih sehat, akan tetapi karena promosi mi instan ini begitu gencar, ternyata pendidikan tidak berpengaruh. Untuk itu kita harus membuat counter attack, bukan melarang promosi, tapi memberikan keseimbangan informasi," saran Dr Pinky.

Misalnya dengan menampilkan pakar gizi seperti Prof Endang untuk berbicara dalam durasi 1-2 detik setiap hari di televisi tentang bahaya mi instan atau hal-hal penting lain terkait kesehatan dan gizi anak. "Sedikit-sedikit tapi lama-lama akan nyantol, seperti lagu yang kita tidak suka tapi lama-lama juga hapal," terangnya.

Dr Pinky menambahkan toh hidup sehat tak membutuhkan cost atau biaya yang besar. Salah satu siasatnya yaitu dengan menanam sayuran sendiri di pekarangan rumah.

"Mi itu kan bahan pengawet dan garamnya banyak. Harusnya memang tidak dikonsumsi terus-terusan. Tapi itu juga sama dengan jangan makan beras terus karena dua-duanya sama-sama karbohidrat. Harusnya kan makanan kita lebih didominasi sayur dan buah. Atau kalau bisa dimasak sendiri, dan komposisinya harus seimbang," timpal Prof Endang dalam kesempatan yang sama.



(lil/up)

Berita Terkait