Seorang wanita asal Chile berinisial FS melaporkan kasus sterilisasi paksa yang dialaminya. Menurutnya, dokter yang membantu kelahiran anak pertamanya melakukan sterilisasi ketika ia dibius dan tak sadar, sehingga proses tersebut berjalan tanpa sepengetahuan dirinya.
Ia pun melaporkan perbuatan dokter tersebut kepada polisi dan akhirnya dilimpahkan ke kejaksaan. Hanya saja dalam proses persidangan, hakim tak mampu membuktikan sang dokter bersalah karena kurangnya saksi serta bukti yang kuat atas klaim wanita tersebut. Tak puas, FS akhirnya mengadu ke Center for Reproductive Rights, sebuah lembaga non-profit yang membantu wanita memperjuangkan hak-hak reproduksinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami membawanya ke The Inter-American Commission of Human Rights untuk ditindaklanjuti. Harapan kami adalah dokter tersebut dihukum dan negara memberikan ganti rugi kepada korban," tutur Northup seperti dikutip dari Reuters, Rabu (1/10/2014).
Ini adalah pertama kalinya The Inter-American Commission of Human Rights menangani kasus sterilisasi paksa yang dilakukan secara harfiah. Sebelumnya, kasus tindakan sterilisasi pada prempuan positif HIV disebut sebagai sterilisasi paksa karena mereka tidak diberikan pilihan lain selain melakukan sterilisasi dengan alasan mencegah penularan baru.
Lilian Sepulveda, Kepala BIdang Program Global dari Center for Reproductive Rights, mengatakan bahwa ia berharap kasus ini dapat ditangani The Inter-American Commission of Human Rights dengan baik. Harapannya, kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi negara-negara lain bahwa tindakan sterilisasi paksa pada perempuan positif HIV sangat tidak dibenarkan.
"Kami optimistis bahwa kasus ini dapat ditangani dengan baik. Ke depannya, semoga negara-negara lain dapat berkaca dari kasus ini dan Chile mempunyai peraturan tambahan yang mengatur soal hak dan keselamatan para perempuan positif HIV," ungkap Sepulveda.
(rsm/vta)











































