Padahal, pakar kesehatan jiwa dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengatakan dipasung tak akan memberikan manfaat bagi ODGK, apalagi menyembuhkan gangguan kejiwaannya.
"Dipasung itu sebenarnya lebih karena malu kan ya. Tapi nggak ada manfaatnya dan nggak akan sembuh. Saya pernah ke RSJ Lawang dan di sana ada alat pemasangan. 5 menit aja saya stres. Apalagi orang dengan gangguan jiwa, bisa makin parah nanti," tutur wanita yang akrab disapa Noriyu tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilanjutkan Noriyu, kasus pemasungan ODGJ di Indonesia masih marak karena masih kentalnya stigma negatif terhadap mereka. Imbasnya, keluarga akan malu dan memilih untuk memasung daripada melakukan pengobatan.
Memang, diakuinya jumlah dokter jiwa yang ada di Indonesia masih sangat kurang. Hanya ada sekitar 800 orang dokter jiwa yang harus melayani 240 juta rakyat Indonesia. Belum lagi kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan jiwa di daerah-daerah.
"Puskesmas di Indonesia itu ada kurang lebih 9000. Tapi yang mampu melakukan pelayanan jiwa hanya 1.000. Belum lagi jumlah dokter jiwa yang hanya 800-an untuk 240 juta rakyat Indonesia. Rasionya itu 1 dokter untuk 500.000 pasien," tambah dokter yang juga mantan anggota DPR periode 2009-2014 ini.
Meski kurang, bukan berarti dokter jiwa kewalahan. Imbas dari banyaknya ODGJ yang dipasung adalah sepinya poli pelayanan jiwa di rumah sakit-rumah sakit umum di Indonesia. Noriyu pun sempat mengaku heran ketika melakukan kunjungan ke salah satu rumah sakit di Jakarta.
"Jadi sebelahnya itu poli saraf, ramai sekali, ramai banget, penuh. Sementara di poli jiwa kosong sama sekali. Akibat stigma itu orang malas berobat, malu. Kecuali di Rumah Sakit Jiwa ya," tambahnya lagi.
(mrs/vit)











































