Didiagnosis Skizofrenia, drg Endang Berhenti Praktik Demi Pasien

Doctor's Life

Didiagnosis Skizofrenia, drg Endang Berhenti Praktik Demi Pasien

- detikHealth
Kamis, 09 Okt 2014 15:50 WIB
Didiagnosis Skizofrenia, drg Endang Berhenti Praktik Demi Pasien
drg Endang Murniati (Foto: Ajeng/detikHealth)
Jakarta - Menjadi dokter gigi sudah menjadi cita-cita drg Endang Murniati (59) sejak kecil. Ia sangat senang ketika kemudian mendapat kesempatan untuk kuliah di FKG Universitas Trisakti dan lulus menjadi dokter gigi. Namun semenjak didiagnosis skizofrenia, drg Endang harus berhenti praktik.

drg Endang menceritakan saat dirinya masih berusia 22 tahun, ia merasa ada yang berbeda dengan dirinya. Kerap timbul rasa curiga yang berlebihan jika ada orang lain yang mendekatinya.

"Saat itu saya masih jadi mahasiswi tingkat 4. Saya merasa ada yang berbeda dengan diri saya. Setelah diperiksa ke dokter, saya didiagnosis dengan skizofrenia. Setiap 3 tahun saya kolaps, pengobatan berupa konsumsi obat-obatan dari dokter saya minum tanpa henti," ujar drg Endang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menyampaikan hal tersebut saat ditemui di sela-sela acara Dialog Interaktif HKJS yang diselenggarakan di Gedung Kemenkes RI, Jl HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (9/10/2014).

Sering kambuh dan masih harus terus mengonsumsi obat membuat kegiatan perkuliahan drg Endang cukup berat. Saat itu keluarganya pun sudah menyarankan dirinya untuk berhenti kuliah dan fokus pada pengobatan. Namun karena keinginannya yang besar untuk bisa menjadi dokter gigi, ia tetap berusaha menyelesaikan studinya.

"Saya saat kuliah jadi beberapa kali cuti memang. Tapi selama cuti saya juga tidak diam saja di rumah, saya ikut kursus-kursus keterampilan. Akhirnya saya lulus kuliah pada tahun 1980," ungkap dokter yang bertempat tinggal di Cipete, Jakarta Selatan ini.

Setelah lulus, drg Endang tidak bisa mengambil program Pegawai Tidak Tetap (PTT) karena kondisi kesehatannya yang belum pulih dan masih sering kambuh. Akhirnya, ia berpraktik di sebuah klinik bersama di bilangan Cinere.

"Serangan puncaknya kemudian muncul pada tahun 2008, saya sempat koma 3 bulan tidak sadar di rumah sakit. Ternyata saya mengalami kerusakan otot di tangan kanan saya, jadi saya tidak bisa apa-apa. Sejak saat itu juga saya memutuskan untuk berhenti praktik," papar drg Endang.

Dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekatnya dirasakan drg Endang memberi pengaruh yang sangat besar. Ia mengungkapkan dirinya tak pernah dibuat merasa sendiri dan selalu diajak bersosialisasi.

Kini setelah dinyatakan sembuh, drg Endang memiliki harapan bahwa ke depannya stigma negatif terhadap pasien dengan gangguan jiwa bisa dihilangkan. Ia juga berharap pemerintah bisa memberikan perhatian lebih pada para pasien, terutama terkait dengan obat-obatan.

"Sekarang sudah banyak obat-obatan bagus yang dapat menyembuhkan skizofrenia. Tapi memang obat-obatan yang bagus ini tidak murah. Saya harap pemerintah dapat memberi obat-obatan yang bagus tapi dengan biaya yang murah, agar bisa diakses semua masyarakat," ucap drg Endang.

(ajg/vit)

Berita Terkait