Marak Iklan Obat Aborsi, Pesan BPOM: Jangan Beli Obat Apapun Secara Online

Aborsi dan Obat Palsu

Marak Iklan Obat Aborsi, Pesan BPOM: Jangan Beli Obat Apapun Secara Online

- detikHealth
Jumat, 31 Okt 2014 11:33 WIB
Marak Iklan Obat Aborsi, Pesan BPOM: Jangan Beli Obat Apapun Secara Online
Jakarta - Obat-obatan yang diklaim sebagai obat aborsi makin marak diiklankan di internet. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak menjamin kualitas maupun keamanannya dan berpesan untuk tidak membeli obat apapun secara online.

"Soal obat aborsi yang dijual online dan memiliki izin edar BPOM, kami nggak bisa menjamin itu obatnya benar dan apakah legal. Saya juga nggak tahu obat itu palsu atau tidak," kata Roy Sparringa, Kepala BPOM saat dihubungi detikHealth, seperti ditulis Jumat (31/10/2014).

Roy mengatakan obat bukan dagangan yang bisa dijual di sembarang tempat. Obat tertentu yang dikategorikan obat keras hanya bisa dibeli di apotek, dengan resep dokter dan harus dilayani oleh tenaga kefarmasian yang berizin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain tidak ada jaminan terkait keamanannya, Roy mengingatkan bahwa obat yang dijual di internet belum tentu obat asli. Karena beredar secara ilegal, sangat mungkin obat tersebut adalah obat palsu. Bahkan menurut Roy, obat yang diklaim sebagai obat aborsi sebenarnya adalah obat lambung.

"WHO bilang 50 persen penjualan obat palsu lewat internet. Saya sampaikan kepada masyarakat agar jangan membeli produk obat apapun secara online," lanjut Roy.

Di internet, obat-obatan yang diklaim sebagai obat aborsi marak diperdagangkan. Dalam beberapa pekan terakhir, sedikitnya 2 tersangka pelaku telah ditangkap di Bandung, Jawa Barat. Dari tersangka, diamankan ratusan butir obat berbagai merek.

"Obat ini jelas berbahaya bagi keselamatan jiwa. Selain menimbulkan pendarahan, efek penggunaan obat itu bisa menggangu otak dan jantung," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kota Bandung, Susatyo Triwilopo.

"Kalau janinnya ternyata kuat, kemudian hari dampaknya janin akan cacat," tambah Susatyo.

(up/vit)

Berita Terkait