Jakarta -
Organisasi profesi kedokteran memang menyatakan menolak dokter asing untuk bekerja di Indonesia. Namun bukan berarti penolakan tersebut tak berdasar.
dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia cabang DKI Jakarta (PAPDI Jaya) mengatakan bahwa penolakan tersebut didasari oleh prinsip kesehatan sebagai salah satu aspek ketahanan nasional.
"Karena menurut kami kesehatan itu termasuk ketahanan nasional. Sebabnya, nanti ujung-ujungnya masyarakat sendiri yang rugi," tutur dr Ari ditemui di Hotel Harris, Jl Boulevar Kelapa Gading, Kelapa Gading, Jakarta Utara, seperti ditulis Minggu (2/11/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, apa saja kerugian yang dimaksud dr Ari? Berikut beberapa poin penting yang dirangkum detikHealth.
1. Izin
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr Dien Emawati, MKes mengatakan bahwa pengurusan izin agar dokter asing dapat bekerja di Indonesia memang termasuk cukup. Ia mengatakan bahwa proses yang dilakukan dokter asing untuk mendapat izin kerja di Indonesia sama seperti dokter Indonsia yang akan bekerja di negara asing.
"Jadi sesuai peraturannya, dokter asing yang ingin bekerja di Indonesia harus dapat izin imigrasi dulu. Lalu setelah itu minta izin ke Kemenkes, dan ke KKI (Konsul Kedokteran Indonesia) untuk minta STR, belum lagi ke organisasi profesi seperti PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia)," tutur dr Dien.
2. Bahasa
dr Ari mengatakan bahwa bahasa menjadi faktor penting dalam kualifikasi izin bagi dokter asing. Sebabnya, tidak semua pasien akan bisa menggunakan bahasa Inggris.
"Coba bayangkan kalau kembung apa bahasa inggrisnya? Full stomach? Kalau begah? kan ini penting. Salah sebut nanti salah diagnosis yang rugi kan pasien juga," tuturnya.
3. Reputasi
Dilanjutkan dr Ari bahwa reputasi dan kompetensi sangat penting jika memang ingin mempekerjakan dokter asing. Maka dari itu, proses perizinan dari Kementerian sangat penting, selain tentunya mengecek sendiri melalui organisasi profesi internasional.
"Jadi siapa yang tahu dia dokter benaran atau bukan? Siapa yang jamin dia internis handal? Makanya itu pentingnya ada organisasi Internasional. Jadi misalnya dia ngaku dari Malaysia saya tinggak telepon ke ketua asosiasi internis di sana. Nanya apakah dia benar-benar dokter atau bukan, handal atau tidak, seperti itu," ungkapnya.
4. Berbagi Ilmu
Namun bukan berarti dokter-dokter Indonesia menolak kedatangan dokter asing. Dokter-dokter asing menurut dr Ari boleh-boleh saja datang jika sifatnya berbagi ilmu dan pengetahuan.
"Jadi kalau dia datang harus ada transfer of knowledge. Misalnya RSCM kan sering tiap 3-6 bulan datangkan profesor dari Jepang. Beliau tangani pasien, dokter kita belajar. Nanti kita tangani pasien, beliau melihat. Jadi ada pertukaran ilmu," pungkasnya.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr Dien Emawati, MKes mengatakan bahwa pengurusan izin agar dokter asing dapat bekerja di Indonesia memang termasuk cukup. Ia mengatakan bahwa proses yang dilakukan dokter asing untuk mendapat izin kerja di Indonesia sama seperti dokter Indonsia yang akan bekerja di negara asing.
"Jadi sesuai peraturannya, dokter asing yang ingin bekerja di Indonesia harus dapat izin imigrasi dulu. Lalu setelah itu minta izin ke Kemenkes, dan ke KKI (Konsul Kedokteran Indonesia) untuk minta STR, belum lagi ke organisasi profesi seperti PAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia)," tutur dr Dien.
dr Ari mengatakan bahwa bahasa menjadi faktor penting dalam kualifikasi izin bagi dokter asing. Sebabnya, tidak semua pasien akan bisa menggunakan bahasa Inggris.
"Coba bayangkan kalau kembung apa bahasa inggrisnya? Full stomach? Kalau begah? kan ini penting. Salah sebut nanti salah diagnosis yang rugi kan pasien juga," tuturnya.
Dilanjutkan dr Ari bahwa reputasi dan kompetensi sangat penting jika memang ingin mempekerjakan dokter asing. Maka dari itu, proses perizinan dari Kementerian sangat penting, selain tentunya mengecek sendiri melalui organisasi profesi internasional.
"Jadi siapa yang tahu dia dokter benaran atau bukan? Siapa yang jamin dia internis handal? Makanya itu pentingnya ada organisasi Internasional. Jadi misalnya dia ngaku dari Malaysia saya tinggak telepon ke ketua asosiasi internis di sana. Nanya apakah dia benar-benar dokter atau bukan, handal atau tidak, seperti itu," ungkapnya.
Namun bukan berarti dokter-dokter Indonesia menolak kedatangan dokter asing. Dokter-dokter asing menurut dr Ari boleh-boleh saja datang jika sifatnya berbagi ilmu dan pengetahuan.
"Jadi kalau dia datang harus ada transfer of knowledge. Misalnya RSCM kan sering tiap 3-6 bulan datangkan profesor dari Jepang. Beliau tangani pasien, dokter kita belajar. Nanti kita tangani pasien, beliau melihat. Jadi ada pertukaran ilmu," pungkasnya.
(mrs/up)