Wanita asal Belanda Ini Kena Infeksi di Liver karena Cakaran Kucing

Wanita asal Belanda Ini Kena Infeksi di Liver karena Cakaran Kucing

- detikHealth
Kamis, 13 Nov 2014 13:06 WIB
Wanita asal Belanda Ini Kena Infeksi di Liver karena Cakaran Kucing
Ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Amsterdam - Setelah seminggu terserang demam, wanita ini mendatangi rumah sakit terdekat dan mengeluh kepada dokter bahwa belakangan ia jadi mudah letih, kerap berkeringat di malam hari dan merasakan nyeri di bagian atas perutnya.

"Gejala-gejalanya sangat tidak jelas," ungkap Dr Marloes van Ierland-van Leeuwen, seorang pakar gastroenterologi dari Onze Lieve Vrouwe Gasthuis Hospital, Amsterdam.

Kemudian tim dokter melakukan tindakan ultrasound dan CT scan. Disitu terlihat ada benjolan yang cukup besar di sekitar pankreas dan di dekat usus kecil wanita yang dirahasiakan identitasnya tersebut. Dokter juga menemukan sejumlah lesi atau jaringan abnormal di sekujur tubuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami kira wanita ini mengidap kanker, karena saking banyaknya lesi," kata Dr Marloes seperti dikutip dari Livescience, Kamis (13/11/2014).
 
Namun setelah dilakukan prosedur biopsi pada salah satu benjolan di ususnya, tidak terbukti bahwa benjolan itu adalah kanker, melainkan sebuah penyakit menular. Anehnya, setelah menjalani serangkaian tes, mereka tak menemukan bakteri, jamur atau virus apapun di sampel jaringan si pasien.

Barulah dari pemeriksaan sampel darah akhirnya ketahuan bila pasien ini terinfeksi bakteri dari genus Bartonella. Salah satu spesies dari bakteri tersebut, Bartonella henselae dapat mengakibatkan gangguan bernama 'penyakit cakar kucing'. Penyakit ini ditandai dengan gejala seperti kelenjar getah bening penderitanya membengkak, demam, sakit kepala, kelelahan, dan selera makan yang rendah.
 
"Manusia bisa terkena 'penyakit cakar kucing' ini dari kucing-kucing peliharaan mereka sendiri. Karena 35 persen kucing peliharaan adalah carrier atau pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut," timpal Dr Greg Nelson, dokter hewan dari Central Veterinary Associates, Valley Stream, New York, yang tidak ikut menangani pasien tersebut.
 
Bakteri ini tersebar dari satu kucing ke kucing yang lain, terutama yang sudah terinfeksi Bartonella atau saat kucing dihinggapi kutu yang membawa bakteri tersebut. Ketika kucing mencoba menggaruk tubuhnya dan mengenai kutu-kutu ini, maka kotoran mereka bisa menempel ke gigi atau cakarnya.

"Lantas kucing itu bisa menyebarkan bakteri dari kotoran tadi bilamana mereka menggigit atau mencakar manusia. Bisa juga dengan menjilat luka di kulit manusia," terang Dr Nelson.

Namun Dr Nelson menegaskan kondisi semacam ini jarang terjadi. Hanya saja pada orang-orang yang rentan seperti anak-anak atau lansia, mereka memang rentan terkena infeksi ini. Dan bila dibiarkan, infeksi ini dapat mengakibatkan komplikasi serius, seperti munculnya lesi di kulit, liver atau limpa.

Uniknya, pasien berumur 46 tahun itu tak ingat bagaimana ia bisa terserang infeksi tersebut. Ia mengaku punya dua ekor kucing, tapi ia yakin keduanya tak pernah mencakar ataupun menggigitnya. Ia malah ingat dua minggu sebelum gejalanya muncul, ia digigit oleh seorang anjing kecil yang kemungkinan milik tetangganya.
 
"Kami pun menduga pasien ini terkena Bartonella henselae, meskipun kemudian dari hasil tes DNA-nya menunjukkan negatif," ungkap Dr Marloes.

Untuk meredakan gejalanya, wanita ini akhirnya diberi resep antibiotik untuk diminum selama lima hari. Dan dalam kurun empat bulan, kondisi kesehatannya kembali seperti sedia kala. "Dari sebagian besar kasus yang ada, 'penyakit cakar kucing' ini akan hilang dengan sendirinya, tanpa perlu diberi antibiotik," imbuh Dr Nelson.

(lil/vit)

Berita Terkait