"Hidup anak itu bukan sebuah pertandingan atau racing. Biarlah anak berkembang di kecepatannya. Yang dilakukan orang tua adalah menstimulasi," ujar psikolog anak dan remaja, Ratih Zulhaqqi, dalam perbincangan dengan detikHealth dan ditulis pada Selasa (25/11/2014).
Ratih mengingatkan tidak semua anak sama. Bahkan kakak beradik pun tetap saja berbeda. Karena itu tidak seharusnya anak-anak diperbandingkan. Mungkin kakaknya bisa mengikuti pelajaran meski masuk SD di usia yang lebih muda dari teman-temannya, tapi belum tentu adiknya juga seperti itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berharap orang tua tahu benar porsinya anak, sehingga tidak membebani anak dengan aneka kegiatan yang justru malah 'memuaskan' keinginan orang tua. Karena anak sebenarnya adalah miniatur orang tua, di mana mereka akan tumbuh sebagaimana arahan dan bimbingan orang tuanya.
"Yang lebih penting bukan mengejar akademis semata, tetapi bagaimana mengajarkan tentang kemandirian, bagaimana meregulasi diri. Sehingga ketika berinteraksi dengan dunia luar anak akan lebih behave, punya attitude. Memang nantinya anak punya pendidikan akademis, tapi orang tua punya kewajiban untuk memasukkan aturan ke diri anak," tutur Ratih.
Nilai akademis memang penting, tapi bukan segalanya. Hal seperti ini pun harus ditanamkan dalam diri anak. Sehingga anak pun tidak akan menghalalkan berbagai cara demi mendapat nilai akademis yang baik.
"Pujian pada anak jangan hanya diberikan ketika dia ranking satu, misalnya. Ketika anak bisa mengikat tali sepatu sendiri pun perlu mendapat apresiasi. Sehingga anak akan merasa dihargai di setiap hal positif yang dilakukannya, jadi dia akan lebih percaya diri," ucap perempuan yang juga merupakan staf pengajar di Universitas Paramadina Jakarta ini.
(vit/ajg)











































