Penggunaan narkoba suntik merupakan salah satu faktor risiko penularan HIV (Human Imunodeficiency Virus). Sekali kecanduan, tidak mudah untuk berhenti karena sakitnya menahan sakaw disebut-sebut sama seperti digebukin orang sekampung.
Demikian dituturkan oleh Andi, bukan nama sebenarnya. Pecandu yang kini mendekam di Lapas Narkotika Cipinang, Jakarta Timur, ini kecanduan putaw sejak 1995 dan akhirnya terinfeksi HIV pada 2006. Gara-gara kepergok mengonsumsi putaw, 6 bulan lalu ia dijebloskan ke penjara.
"Kalau saya, malah lebih baik digebukin orang sekampung daripada nahan sakitnya sakaw," kata Andi, ditemui di Lapas Narkotika Cipinang, Senin (1/12/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Zaman dulu masih murah, Rp 200-an ribu dapet. Putaw itu ampasnya heroin, yang memang untuk dipake kelas menengah ke bawah seperti kita ini," lanjut pria yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang parkir ini.
Selama mendekam di Lapas, Andi tentu saja tidak bisa mengonsumsi putaw. Sebagai gantinya, klinik kesehatan di Lapas menyediakan Program Terapi Rumatan Metadon. Agar tidak sakaw, Andi boleh mengonsumsi zat yang efeknya mirip putaw yakni metadon.
Berbeda dengan narkoba yang selama ini dikonsumsi Andi, metadon tidak disuntikkan. Cairan ini cukup diminum, sehingga tidak ada risiko penularan HIV seperti yang dialaminya 8 tahun silam. Tentunya, harus dikonsumsi di bawah pengawasan petugas klinik dan dengan dosis yang semakin lama terus dikurangi.
"Untuk berhenti total memang nggak mungkin. Selepas nanti saya keluar, moga-moga masih bisa dapat (metadon) gratis di puskesmas," kata Andi.
Jumlah penghuni lapas maupun rumah tahanan dengan kasus narkotika saat ini tercatat 56.877 orang, meningkat dari 36.759 pada 2011. Angka ini berbanding lurus dengan pengidap HIV yang ditangani di lapas maupun rutan, yang saat ini jumlahnya mencapai 1.042 orang, naik dari 787 pada 2011.
(up/vit)











































