Kisah Siti, Epilepsinya Tak Lagi Kambuh Setelah Rutin Berobat di Puskesmas

Melihat Puskesmas Lebih Dekat

Kisah Siti, Epilepsinya Tak Lagi Kambuh Setelah Rutin Berobat di Puskesmas

- detikHealth
Senin, 08 Des 2014 11:48 WIB
Kisah Siti, Epilepsinya Tak Lagi Kambuh Setelah Rutin Berobat di Puskesmas
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta -

Siti Rohmiati kelahiran 1979 memiliki deretan gigi depan yang rusak dikarenakan trauma akibat epilepsi yang dideritanya sejak 10 tahun lalu. Perempuan yang menikah di usia 16 tahun ini mengaku baru mengetahui terkena epilepsi setelah memiliki anak.

Dikatakan Siti, saat ditemui di Puskesmas Kecamatan Mampang, Jakarta Selatan, dan ditulis pada Senin (8/12/2014), ia telah berobat ke mana pun untuk menyembuhkan penyakitnya. Sayangnya, penyakitnya tidak kunjung sembuh. Namun sekarang telah 4 bulan berobat di puskesmas, epilepsinya tidak pernah kambuh lagi.

"Sejak berobat di Puskesmas Kecamatan Mampang selama 4 bulan epilepsi saya tidak kambuh lagi. Tetapi saya diharuskan dokter mengonsumsi obat yang tidak boleh putus agar tidak kambuh lagi. Obat itu saya minum sehari 1 tablet sebelum tidur," ucapnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, dia mengaku sudah berobat ke dokter di daerah asalnya, Purworejo. Pengobatan alternatif pun telah dijalaninya. Namun epilepsinya masih saja kambuh.

"Pokoknya apapun kata orang yang bisa menyembuhkan penyakit saya, saya lakukan. Sampai sekarang sudah 4 bulan saya minum obat dari puskesmas ini tidak pernah kambuh. Mungkin obat yang dari puskesmas ini cocok untuk saya daripada obat-obatan yang telah saya coba sebelumnya," ucap ibu dari 3 anak yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga ini.

Penyakit yang kerap dikenal ayan oleh masyarakat ini membuat Siti harus menahan malu dan sedih lantaran banyak kerabat serta saudaranya yang menghina dirinya. Orang tua Siti sampai mengucurkan air matanya saat penyakit yang diidap Siti tidak kunjung sembuh dan sering kambuh. Bahkan, banyak orang lain yang justru menjauhi Siti karena takut tertular meskipun Siti hanya menyuguhkan segelas air putih.

"Saya kasih air putih saja enggak mau, katanya takut tertular. Saya jadi sedih karena anak-anak saya sempat diejek teman-temannya dan tidak mau sekolah karena memiliki ibu yang berpenyakit epilepsi. Banyak orang yang bilang kalau penyakit ini tidak akan pernah sembuh, jadi saya tidak bisa mencari pekerjaan. Tapi buktinya sampai saat ini saya bisa membantu suami saya bekerja," ungkap Siti.

Saat bekerja, sebenarnya Siti khawatir penyakitnya kambuh. Sebagai pekerja rumah tangga, Siti lebih mengutamakan fisik, sehingga dia kerap kelelahan. Nah, saat kelelahan inilah Siti khawatir penyakitnya muncul lagi.

"Kalau saya sudah merasa lelah, pusing, dan deg-degan, saya hanya takut penyakit ini kambuh lagi. Sehingga berisiko pada pekerjaan saya di rumah majikan saya saat ini. Majikan saya tidak tahu, saya takut menceritakan penyakit ini kepada majikan saya," tuturnya.

"Kadang kalau sudah lelah dan pusing, saya hanya bisa duduk diam saja, tidak bisa bicara. Bahkan majikan saya mengira saya tidak mendengar perkataannya padahal ia ada di dekat saya. Saya melakukan pekerjaan ini karena saya peduli dengan anak-anak saya, terlebih anak sulung saya meminta kuliah tahun depan. Dengan gaji Rp 900 ribu per bulan saya pesimistis bisa menyekolahkannya," lanjut Siti.

Saat ini 3 anaknya masih bersekolah. Si sulung duduk di kelas 3 SMA, yang nomor dua masih kelas 2 SMP, dan yang terakhir kelas 2 SD. Menurut Siti, anak sulungnya cukup pintar karena menduduki peringkat 5 di kelasnya. Sayangnya, tidak ada beasiswa untuk anaknya.

"Ya karena orang melihatnya saya dan suami sama-sama bekerja, tapi kan belum tentu cukup untuk kehidupan kami. Tapi yang penting saya masih bisa bekerja untuk cari uang tambahan karena saya kasihan melihat anak-anak," tutup Siti.

(vit/vit)

Berita Terkait