Pernah Ketemu Nyamuk 'Vegetarian'? Museum Nyamuk Pangandaran Punya Koleksinya

Pernah Ketemu Nyamuk 'Vegetarian'? Museum Nyamuk Pangandaran Punya Koleksinya

- detikHealth
Selasa, 16 Des 2014 14:05 WIB
Pernah Ketemu Nyamuk Vegetarian? Museum Nyamuk Pangandaran Punya Koleksinya
foto: Reza/detikHealth
Jakarta -

Nyamuk merupakan salah satu serangga yang paling ditakuti manusia. Beberapa penyakit yang dapat mengancam nyawa seperti demam berdarah, malaria hingga filariasis (kaki gajah) dapat ditularkan oleh nyamuk.

Padahal, tidak semua nyamuk berbahaya. Ada juga nyamuk yang berguna untuk menyebarkan serbuk sari tanaman dan juga nyamuk vegetarian yang memakan jentik nyamuk berbahaya dan tak mengisap darah manusia.

"Kan nyamuk bukan cuma Anopheles atau Aedes aegypti saja. Ada juga Toxorynchites yang tak mengisap darah manusia dan hanya mengisap cairan tanaman, nyamuk vegetarian lah," ungkap Ajat Sudrajat, salah satu peneliti sekaligus pemandu tur di Museum Nyamuk, Loka Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) vektor Nyamuk, Jl Raya Pangandaran Km. 3, Pangandaran, Jawa Barat, Selasa (16/12/2014).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ya, Museum Nyamuk binaan Loka Litbang P2B2 ini memang memberikan wisata ilmiah seputar nyamuk yang ada di Indonesia. Di Museum Nyamuk ini ada 28 spesies nyamuk yang berasal dari 6 genus. Semuanya merupakan nyamuk asli Indonesia yang diteliti oleh loka litbang.

Selain nyamuk, di museum ini juga terdapat berbagai peralatan untuk menangkap nyamuk. Mulai dari perangkat sederhana yang terbuat dari seng hingga perangkat canggih yang dapat menampung lebih dari 1.000 nyamuk.

Tak hanya nyamuk dan perangkapnya, Museum Nyamuk juga memiliki studio sinema yang dapat memutarkan film layaknya bioskop. Film-film yang diputar tentu saja masih seputar nyamuk, seperti daur kehidupan serta animasi organ-organ nyamuk.

Kepala Loka Litbang P2B2 Pangandaran, Lukman Hakim, mengatakan bahwa sejatinya loka litbang ini digunakan untuk meneliti penyakit-penyakit bersumber nyamuk yang terjadi di seputaran Pangandaran dan Jawa Barat. Hanya saja, hasil penelitian yang bahasanya bersifat ilmiah sangat sulit dilirik oleh masyarakat.

"Makanya kami kembangkan modelnya wisata ilmiah. Selain wisata di daerah Pangandaran, hasil penelitian kami publikasikan dalam bentuk buku semi-populer dan juga video serta film animasi," ungkap Lukman ditemui di tempat yang sama.

Pengunjung yang datang hanya dikenai biaya Rp 3.000. Biaya ini digunakan untuk pemeliharaan museum dan sebagiannya disetorkan kepada Pemerintah Daerah sebagai retribusi.

Wisata ilmiah museum nyamuk dibuka untuk umum dan seluruh kalangan. Mulai dari anak-anak hingga dewasa, murid sekolah hingga mahasiswa dan peneliti yang ingin melakukan penelitian. Tentunya, program wisata yang ditawarkan berbeda-beda.

"Kalau untuk anak SD selain mengunjungi museum biasanya kita putarkan juga film animasi soal nyamuk. Kalau mahasiswa atau peneliti paketnya termasuk akses lab, jadi mereka bisa bedah nyamuk atau lihat penangkaran nyamuk. Pengunjungnya kurang lebih 900-an oranglah tiap tahun," ungkap Lukman lagi.



(mrs/up)

Berita Terkait