Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan RS Islam Cempaka Putih, dr Oni Khonsa, SpOG, kunci untuk mengatasi kanker serviks adalah kepedulian untuk mau melakukan deteksi dini. Misalnya dengan metode papsmear atau dengan IVA (inspeksi visual asam asetat). Akan jauh lebih baik jika dikombinasikan dengan vaksinasi.
"Kanker serviks itu tidak pandang bulu. Penyebabnya sangat jelas, tidak seperti kanker lain yang belum jelas. Kanker serviks disebabkan oleh virus. Perjalanan penyakitnya juga jelas, ada timing-nya. Pemahaman seperti ini penting agar masyarakat mau deteksi dini," jelas dr Oni, dalam seminar yang diadakan di Hotel Blue Sky Pandurata, Jl Raden Saleh, Jakarta, Selasa (16/12/2014).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data di RSCM menunjukkan pasien yang datang sebanyak 73,5 persen sudah berada di stadium II B hingga IV B. Ini sudah stadium lanjut dan sudah tidak bisa dioperasi. Tindak lanjutnya hanya mengurangi rasa sakit," tutur dr Oni.
Lain halnya jika mau mendeteksi sejak awal, yang menurut dr Oni adalah bagi wanita yang sudah pernah melakukan hubungan intim minimal tiga tahun, peluang untuk disembuhkan bisa naik berlipat ganda. Sayangnya cakupan skrining masih rendah dan menurut dr Oni masih menjadi pekerjaan rumah yang cukup sulit. "Cakupan skrining masih kurang dari 5%, padahal idealnya 80%," imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr Ekowati Rahajeng, MKes, menegaskan bahwa IVA atau papsmear bisa diklaim ke BPJS Kesehatan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Tempat deteksi bisa di fasilitas kesehatan yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan berkompetensi. Semua dokter atau bidan yang sudah dilatih bisa melakukan skrining. Mohon dapat disuarakan bahwa kanker serviks bisa diobati kalau mau dideteksi dini," papar dr Ekowati.
Ditemui dalam acara yang sama, dr Ekowati prevalensi kanker serviks terus meningkat. Penyakit ini bahkan menjadi penyebab kematian nomor dua untuk wanita di Indonesia. Menurut dr Ekowati, mereka yang mengalaminya sebagian besar tak bisa disembuhkan dan meninggal dunia karena ditemukan dalam stadium terlambat.
(ajg/up)











































