Setelah beberapa lama, barulah wanita berumur 65 tahun itu mendapatkan diagnosis dari dokter. Ia dikatakan mengidap Irritable Bowel Syndrome (IBS). "Saya rasa itu tidak akurat, karena saya selalu bugar dan pola makan saya baik, tapi dokter tak mau mempertimbangkan hal lain," keluhnya.
Tak mau tinggal diam, Pope kembali mendatangi si dokter agar dirujuk ke rumah sakit. Permintaan itu pun ditolak. Hingga akhirnya ia melaporkan kondisinya pada dokter lain. Sang dokter langsung merespons dan mengatakan gejala yang dialami Pope memang harus didalami.
"Saat itulah saya baru merasa lega, karena saya yakin itu bukan IBS," kenangnya seperti dikutip dari Daily Mail, Rabu (17/12/2014).
Wanita yang bekerja di perusahaan asuransi itu lalu dirujuk untuk menjalani tindakan laparoskopi pada bulan Desember 2012. Dari situ teridentifikasi bahwa ada sel-sel abnormal dalam tubuh Pope, tepatnya kanker.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter kemudian menjelaskan bahwa penyakit itu bermula dari apendiks atau usus buntu milik Pope. Lantas karena PMP ini terbilang agresif, ia menduga kankernya menjalar ke rongga perut dan organ tubuh lainnya.
Untuk menyelamatkan nyawa wanita malang ini, ia harus menjalani operasi radikal. Ini adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kanker langka nan ganas tersebut. "Apalagi kanker saya ternyata sudah masuk stadium empat karena kankernya tak terdeteksi dalam waktu lama. Kalau saja dibiarkan beberapa bulan lagi, mungkin saya takkan ada di sini," katanya.
Pope akhirnya sepakat naik meja operasi pada bulan Mei tahun lalu. Ia sempat berharap operasinya minimal karena kanker yang diidapnya tidak berdampak pada penurunan berat badannya.
Namun ia dibuat kaget ketika 24 jam kemudian, tim dokter yang terdiri atas enam ahli bedah dari Inggris menyatakan ada 9 organ yang harus diangkat untuk menyelamatkan dirinya.
Lewat operasi yang berlangsung selama 13 jam di The Hampshire Clinic, Basingstoke itu, 9 organ Pope yang telah terserang kanker berhasil diangkat. Di antaranya apendiks atau usus buntu, usus besar, sebagian besar usus kecil, kantung empedu, limpa, rahim, ovarium, tuba falopi, serviks, termasuk sebagian besar lapisan perut berikut pusarnya.
"Saya kira hanya akan kehilangan satu-dua organ saja. Saya baru sadar kenapa mereka mengatakan prosedur ini adalah 'induknya dari segala operasi'. Tapi saya masih tidak percaya jika saya masih hidup," tuturnya.
Namun bukan berarti perjuangan Pope berhenti sampai di sini saja. Ia juga harus menjalani prosedur lain yang juga radikal, namanya 'mandi kemoterapi'. Dalam prosedur ini, rongga-rongga bekas organ dalam tubuh Pope yang sudah diangkat diisi dengan cairan kemo panas agar sel-sel kanker yang tersisa bisa hilang sepenuhnya. Prosedur ini umumnya dilakukan selama 90 menit, dengan pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Tahun ini, Pope dinyatakan sudah bersih dari kanker. Akan tetapi Pope masih dihadapkan pada sejumlah efek pasca operasi seperti dehidrasi serta mudah lelah, kendati kesehatannya sudah jauh lebih baik sehingga ia bisa bekerja paruh waktu.
"Ini perjuangan yang begitu berat, tapi saya perlu menyampaikan kisah ini agar orang-orang aware terhadap kanker yang licik ini," pungkasnya.
(lil/vit)











































