Hal tersebut dr Aman katakan menyusul hasil penelitiannya yang melihat fenomena manusia pigmi. Di Desa Rampasasa, Flores, Nusa Tenggara Timur, satu desa memiliki perawakan pendek meski nutrisi orang-orangnya cukup. Pandangan orang pada umumnya adalah orang-orang di Desa Rampasasa pendek karena stunting (gangguan pertumbuhan karena kekurangan nutrisi).
Setelah diteliti, perawakan manusia pigmi yang pendek ditemukan lebih karena faktor gen. Gen ini dikatakan oleh dr Aman mungkin berkaitan dengan fosil manusia purba dengan perawakan pendek, Homo Floresiensis, yang baru-baru ini ditemukan tidak jauh dari Desa Rampasasa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut WHO (World Health Organization), Indonesia ini negara keempat atau kelima kasus stunted-nya, tetapi stunted ini dikaitkan dengan kekurangan gizi. Kalau kita lihat populasi di Rampasasa ini ada yang gizinya normal tapi tetap pendek, bukan berarti mereka stunted," kata dr Aman saat mempresentasikan penelitian yang sekaligus menjadi disertasinya di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (13/1/2015).
Penemuannya ini dikatakan oleh dr Aman seharusnya menjadi pelajaran untuk Indonesia mempertimbangkan membuat kurva pertumbuhan sendiri. Saat ini para praktisi kebanyakan masih makai kurva pertumbuhan standar dari World Health Organization (WHO).
"Kita perlu kurva atau pun parameter pertumbuhan orang Indonesia yang sebetulnya itu bagaimana. Kita masih pakai WHO, dan ini tentu akan beda," kata dr Aman memberi saran untuk penelitian berikutnya.
"Orang Indonesia ini gennya sangat multifaktor. Banyak sekali kemungkinan gen-gen yang berpengaruh di Indonesia, bisa dia normal nutrisinya tapi tetap pendek," imbuhnya.
(up/up)











































