Pseudosiesis, 'Kehamilan' Tanpa Janin

Pseudosiesis, 'Kehamilan' Tanpa Janin

- detikHealth
Senin, 19 Jan 2015 12:31 WIB
Pseudosiesis, Kehamilan Tanpa Janin
Foto: Ilustrasi/Thinkstock
Jakarta - Terlambat menstruasi hingga beberapa waktu, diikuti munculnya tanda-tanda kehamilan seperti mual, morning sickness dan naik berat badan, tentu dicurigai menjadi pertanda hamil pada seorang perempuan. Namun ketika dilakukan pemeriksaan USG tidak ditemukan adanya janin di rahim. Apa yang terjadi? Ini bukan karena janin menghilang, namun bisa jadi karena hamil palsu.

Hamil palsu, disebut juga pseudosiesis, alias kehamilan imaginer. Menurut Lia Octavia, SKp., MKep, dosen Keperawatan Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, seorang perempuan yang mengalami hamil palsu memang merasakan gejala-gejala seperti perempuan hamil pada umumnya. Hal ini bisa terjadi karena psikologis yang perempuan itu seolah turut 'mengendalikan' keadaan tubuhnya.

"Biasanya lebih banyak karena faktor psikologis misalnya karena keinginan memiliki keturunan baik dari individunya sendiri atau dipengarungi oleh lingkungan," kata Lia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dijelaskan Lia, keinginan yang begitu mendalam untuk memiliki anak bisa membuat pikiran melancarkan suggesti-suggesti ke otak sehingga kelenjar yang berada di otak terangsang dan menghasilkan hormon oksitosin dan prolaktin yang mengarah pada gejala kehamilan sebenarnya. Alhasil menimbulkan gejala-gejala menyerupai gejala kehamilan. Bahkan mungkin terjadi perubahan puting dan produksi susu. Perasaan adanya gerakan janin pun sangat mungkin dirasakan. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung selama beberapa minggu, selama sembilan bulan, atau bahkan beberapa tahun.

"Tapi ini merupakan kehamilan palsu. Yang bersangkutan akan merasa setiap perubahan kecil dalam tubuhnya akan dianggap sebagai tanda kehamilan. Bahkan penimbunan lemak perut dianggap sebagai tanda adanya pertumbuhan janin yang kian membesar," tutur Lia.

Kondisi yang tidak biasa ini bisa dialami oleh 1-6 orang dari 22.000 kelahiran. Umumnya kasus ini dialami wanita yang memiliki keinginan kuat untuk hamil karena mungkin sebelumnya punya masalah dengan infertilitas, keguguran berulang, atau akan menopause.

Untuk menentukan apakah seorang wanita mengalami kehamilan palsu, biasanya dokter akan mengevaluasi gejala-gejalanya, melakukan pemeriksaan panggul dan USG. Dalam kasus kehamilan palsu, tidak akan ada janin yang terlihat pada pemeriksaan ultrasound, dan tidak akan didengar detak jantung janin.

Kadang-kadang, dokter akan menemukan beberapa perubahan fisik yang terjadi seperti umumnya wanita hamil, seperti rahim yang membesar dan leher rahim yang melunak. Akan tetapi jika melakukan tes urine kehamilan, maka yang terjadi hasilnya selalu negatif, terkecuali kanker langka yang menghasilkan hormon mirip dengan kehamilan.

Memiliki kehamilan palsu tidak sama dengan mengaku hamil atau memiliki delusi kehamilan (seperti pada pasien dengan skizofrenia). Beberapa peneliti telah mengatakan bahwa kemiskinan, kurangnya pendidikan, pelecehan seksual di masa anak-anak, mungkin memainkan peran dalam memicu kehamilan palsu.

(vit/up)

Berita Terkait