Kendala Ini yang Sebabkan Angka Kematian Ibu di DIY Naik Turun

Kendala Ini yang Sebabkan Angka Kematian Ibu di DIY Naik Turun

- detikHealth
Rabu, 21 Jan 2015 19:50 WIB
Kendala Ini yang Sebabkan Angka Kematian Ibu di DIY Naik Turun
ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Yogyakarta - Seluruh pemerintah kabupaten dan kotamadya di DI Yogyakarta mengaku tak tinggal diam demi menurunkan angka kematian ibu di wilayahnya masing-masing. Namun nyatanya angka AKI di provinsi ini masih belum sesuai dengan harapan.
 
Ditemui dalam Diskusi Publik Tren Kematian Ibu di Provinsi DIY dan Usaha Respons Tahun 2015 yang digelar di KPTU Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Rabu (21/1/2015), Bupati Kulon Progo, dr Hasto Wardoyo, SpOG mengatakan di wilayahnya telah diterapkan sistem berupa SMS Gateway dan MPS Online untuk mengatasi hal ini.
 
SMS Gateway digunakan untuk mendata kondisi dan perkembangan para ibu yang tengah hamil di kabupaten tersebut. Hal ini juga ditunjang oleh MPS (Making Pregnancy Safer) Online berupa sistem untuk memantau bumil dengan risiko tinggi agar kasus kematian ibu maupun bayi di Kulon Progo dapat dicegah.
 
"Setelah diterapkan pada tahun 2010 (red, SMS Gateway), angka kematian ibu sempat menurun dari 10 menjadi 4 (2010), meskipun beberapa tahun kemudian angkanya meningkat lagi," ungkap salah satu staf dari Dinkes Kulon Progo, dr Tutik.
 
Begitu pun dengan di Bantul. Ditemui dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinkes Bantul, Maya Sintowati Panji mengungkapkan pihaknya telah melakukan berbagai cara untuk mencegah AKI di Kabupaten Bantul. Di antaranya melakukan upaya pendeteksian ibu yang mengalami kehamilan berisiko, termasuk mendampingi ibu hamil hingga selesai masa nifasnya.
 
"Bahkan kepala SKPD-nya juga diangkat menjadi bapak angkat di desa tertentu, jadi kalau sampai ada kejadian AKI, maka ia bisa kena sanksi atau dimutasi," paparnya.

Namun nyatanya upaya-upaya ini tak cukup menurunkan AKI di DIY secara signifikan. Lantas apa kendalanya? Salah satu staf Dinkes DIY, dr G Anung Trihadi mengatakan bahwa dari 40 kasus (red, total AKI di DIY tahun 2014), 39 di antaranya dapat dicegah dan diketahui dengan pasti penyebab maupun risiko komplikasinya.

"Hanya saja pasien ada yang salah memilih tempat bersalin atau tidak langsung ke RS PONEK. Bidan juga terlambat merujuk sehingga ketika terjadi komplikasi, penanganannya sudah terlambat," terangnya, seperti ditulis pada Rabu (21/1/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Anung juga menyoroti rendahnya peranan dokter umum di puskesmas dalam menangani komplikasi pada ibu melahirkan. "Di beberapa kabupaten seperti Bantul, bidan masih jadi tumpuan utama, padahal bila kehamilannya berisiko seperti karena sakit jantung, harusnya sudah bukan jadi wewenang bidan untuk menangani," lanjutnya.

Menurutnya, dokter-dokter umum yang bertugas di Yogyakarta masih banyak yang tidak memiliki kompetensi dalam aspek kegawatdaruratan. Bahka untuk kasus obstetri dan ginekologi, dokter biasanya langsung lepas tangan dan memilih untuk menyerahkan kasusnya kepada bidan.

Ditambahkan dr Hasto, meskipun jumlah dokter spesialis obstetri dan ginekologi di DIY meningkat dari hingga dua kali lipat di tahun 2013, nyatanya mereka juga belum banyak berperan.

(lil/vit)

Berita Terkait