Ini Penjelasan MUI Soal Halal dan Haram Vaksin Imunisasi di Indonesia

Ini Penjelasan MUI Soal Halal dan Haram Vaksin Imunisasi di Indonesia

Muhamad Reza Sulaiman - detikHealth
Rabu, 04 Mar 2015 17:47 WIB
Ini Penjelasan MUI Soal Halal dan Haram Vaksin Imunisasi di Indonesia
Ilustrasi (thinkstock)
Jakarta - Soal halal dan haram vaksin imunisasi di Indonesia masih menjadi perdebatan di beberapa kalangan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa sejatinya, pembuatan produk apapun yang bersinggungan dengan babi dan barang-barang haram lainnya, hukumnya tentu saja haram.

Dr Hamdan Rasyid, MA, anggota komisi fatwa MUI memastikan bahwa menjaga kesehatan termasuk pemberian imunisasi hukumnya wajib dalam Islam. Masalahnya, harus benar-benar dipastikan bahwa vaksin yang diberikan dalam imunisasi tersebut halal dan tidak bersinggungan dengan zat-zat yang haram.

"Halal haram bukan dilihat dari bahan baku atau dzat (kandungan-red) vaksin itu saja, tapi dilihat dari proses pembuatannya juga. Kalau dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan zat yang haram, maka MUI mengatakan itu haram," tutur Hamdan, dalam temu media perkembangan imunisasi di Indonesia, di Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Jl Salemba Raya, Jakarta Timur, Rabu (4/4/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Ini Dia Daftar 22 Obat yang Sudah Dinyatakan Halal oleh MUI

Pengertian MUI soal haram dan halal untuk obat dan vaksin memang sedikit berbeda dengan beberapa negara Islam lainnya. Di Arab Saudi, vaksin dan obat dinyatakan halal meskipun dalam proses pembuatannya bersinggungan dengan enzim babi. Alasannya, enzim tersebut sudah hilang alias tak lagi ditemukan dalam kandungan obat yang nantinya akan diberikan kepada pasien.

Sementara di Indonesia, Hamdan menjelaskan bahwa meskipun enzim babi tersebut sudah hilang dan tidak lagi terdeteksi dalam kandungan obat dan vaksin, MUI masih mengkategorikan produk tersebut haram. Kehati-hatian menjadi alasan MUI mengeluarkan pernyataan tersebut.

"Prinsip kami adalah kehati-hatian. Karena dalam proses pembuatannya pernah bersinggungan dengan enzim babi, makanya haram," ungkap Hamdan lagi.

Baca juga: Dokter: Sebelum Dinyatakan Haram, Semua Obat Mubah atau Halal

Hanya saja, pengecualian diberikan jika memang tidak ada lagi obat dan vaksin lain untuk mengobati penyakit tersebut. Hamdan mengatakan bahwa jika memang keadannya seperti itu, hukumnya berubah sementara menjadi halal.

"Yang haram di makan umat Islam itu ada 4 hal. Bangkai, darah, anjing dan babi serta binatang yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah. Namun jika tidak ada lagi sumber makanan lain, dan orang tersebut dalam keadaan darurat, maka memakan 4 hal tersebut dibolehkan," ungkapnya.

"Hal itu juga berlaku untuk vaksin dan obat-obatan. Jika sampai saat ini belum ditemukan obat dan vaksin yang halal, maka untuk sementara obat dan vaksin yang dikategorikan haram tadi menjadi halal, sampai ditemukan adanya obat baru yang benar-benar halal dan lulus pengujian dari LP POM MUI," tegasnya.

Ia pun berpesan bahwa produsen-produsen obat di Indonesia tak boleh lengah. Jangan karena saat ini beberapa obat yang bersinggungan dengan enzim babi dinyatakan halal sementara, penelitian untuk menemukan obat serupa namun halal menjadi diabaikan.

"Kami berpesan sih supaya jangan diabaikan. Maksudnya adalah tetap melakukan penelitian dan mencari dan membuat obat dan vaksin yang benar-benar halal," pungkasnya.

Baca juga: IDI: Mahal dan Rumit, Tak Perlu Sertifikat Halal untuk Obat

(Muhamad Reza Sulaiman/AN Uyung Pramudiarja)

Berita Terkait