Tak Cuma Bagi Paru, Ini Bahaya Lain Polusi Terhadap Kesehatan Tubuh

Tak Cuma Bagi Paru, Ini Bahaya Lain Polusi Terhadap Kesehatan Tubuh

- detikHealth
Kamis, 02 Apr 2015 17:03 WIB
Tak Cuma Bagi Paru, Ini Bahaya Lain Polusi Terhadap Kesehatan Tubuh
ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Jakarta - Hidup di tengah kota yang penuh dengan kemacetan dan rawan paparan polusi udara selama ini diidentikan dengan efek buruk terhadap paru-paru dan masalah pernapasan. Namun rupanya, beberapa bagian tubuh lain juga turut terpengaruh secara negatif lho.

Seperti dirangkum detikHealth dari berbagai sumber pada Kamis (2/4/2015), berikut daftar bahaya yang ditimbulkan oleh paparan polusi udara terhadap kesehatan tubuh secara keseluruhan:

1. Ganggu perkembangan otak anak

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Dalam jurnal yang telah diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry, dijelaskan bahwa peneliti melakukan scan otak pada 40 anak untuk melihat paparan polusi sejak lahir dan hubungannya dengan materi putih di sisi otak kiri mereka. Perubahan-perubahan fisik pada otak juga berkorelasi dengan lambatnya proses kognitif dengan gajala defisit perhatian dan hiperaktivitas, seperti cenderung gelisah, hiperaktif serta sangat impulsif.

2. Tingkatkan risiko autisme

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Studi yang dilakukan oleh peneliti dari The Harvard School of Public Health menemukan tingkat polusi udara yang tinggi dapat meningkatkan risiko autisme. Mereka mengambil kesimpulan tersebut setelah meneliti 1.767 anak yang 245 di antaranya mengidap autisme.

Dengan melihat estimasi paparan polusi selama kehamilan berdasarkan alamat rumah ibu, para ilmuwan menyimpulkan tingginya tingkat polusi lebih umum ditemukan pada anak-anak dengan autisme.

Dari pengamatan, peneliti juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dan polusi sebelum kehamilan, masa awal kehamilan, dan setelah anak lahir. Akan tetapi ekspos polusi yang tinggi pada tiga bulan terakhir kehamilan menunjukkan adanya peningkatan risiko autisme hingga dua kali lipat.

3. Kulit jadi kasar dan kusam

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Polutan ini dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan kulit sebagai organ tubuh yang paling banyak terekspos langsung ke udara dan matahari. Asap knalpot dari bus, angkot, motor dan mobil tidak hanya membuat napas sesak.

Ketika terhirup, zat hidrokarbon yang ada di dalam asap knalpot dapat menimbulkan masalah kulit. Mulai dari jerawat hingga perubahan warna kulit wajah. Demikian pula debu yang ketika terhirup dapat menimbulkan alergi pada mata, hidung dan kulit.

Tingginya polusi udara membuat lapisan ozon bumi semakin menipis, mengurangi perlindungan terhadap radiasi sinar ultraviolet. Polusi udara juga meningkatkan jumlah radikal bebas yang merenggut oksigen dari sel-sel kulit. Apalagi seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk melawan radikal bebas semakin berkurang.

Kombinasi radikal bebas dan radiasi sinar ultraviolet ini membuat produksi kolagen kulit wajah menurun. Kulit wajah jadi kehilangan elastisitasnya. Tekstur kulit wajah berubah jadi kasar, kusam dan mulai muncul kerutan.

4. Risiko ketidaksuburan pada wanita

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa dampak paparan bahan kimia terhadap seseorang dapat menyebabkan gangguan perilaku dan ketidakseimbangan hormon. Paparan bahan kimia lingkungan secara langsung juga berkorelasi dengan kenaikan kondisi dan penyakit-seperti tertentu kanker payudara, autisme, dan bahkan ketidaksuburan.

Para peneliti menyebutkan pentingnya para dokter memeriksa kemungkinan pasiennya terpapar bahan kimia atau polusi udara dalam aktivitasnya sehari-hari. Ini dapat membantu meminimalisasi masalah kesehatan dan menentukan rencana pengobatan yang lebih baik, terutama pada pasien yang sedang melakukan program kehamilan.

5. Radang usus buntu

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Tim peneliti dari University of Calgary, Kanada menemukan bahwa risiko radang usus buntu seseorang bisa meningkat hingga 22 persen untuk setiap kenaikan kadar ozon akibat polusi sebesar 16 ppb (part-per-billion) selama seminggu. 0 ppb menunjukkan kualitas udara yang baik sedangkan 300 ppb memperlihatkan indeks kualitas udara yang 'sangat tidak menyehatkan'.

"Temuan ini berarti peningkatan risikonya signifikan tapi tak terlalu menonjol. Besarnya efek sendiri menunjukkan bahwa polusi udara bukanlah satu-satunya faktor, meski mungkin ini adalah salah satu penyebabnya," tandas peneliti Dr. Gilaad Kaplan, seorang pakar gastroenterologi dari University of Calgary.

6. Gangguan ginjal

ilustrasi (Foto: Thinkstock)
Setelah peneliti Dr. Murray Mittleman dan rekan-rekannya di Beth Israel Deaconess Medical Center, Boston mengukur fungsi ginjal 1.100 partisipan menggunakan sebuah tes yang disebut dengan glomerular filtration rate (GFR), mereka menduga bahwa polusi lalu lintas dapat membahayakan pembuluh darah atau arteri yang menyuplai ginjal.

GFR sendiri merupakan salah satu indikator seberapa baik kinerja ginjal seseorang dan rendahnya skor GFR memperlihatkan gangguan ginjal.
Halaman 2 dari 7
Dalam jurnal yang telah diterbitkan dalam jurnal JAMA Psychiatry, dijelaskan bahwa peneliti melakukan scan otak pada 40 anak untuk melihat paparan polusi sejak lahir dan hubungannya dengan materi putih di sisi otak kiri mereka. Perubahan-perubahan fisik pada otak juga berkorelasi dengan lambatnya proses kognitif dengan gajala defisit perhatian dan hiperaktivitas, seperti cenderung gelisah, hiperaktif serta sangat impulsif.

Studi yang dilakukan oleh peneliti dari The Harvard School of Public Health menemukan tingkat polusi udara yang tinggi dapat meningkatkan risiko autisme. Mereka mengambil kesimpulan tersebut setelah meneliti 1.767 anak yang 245 di antaranya mengidap autisme.

Dengan melihat estimasi paparan polusi selama kehamilan berdasarkan alamat rumah ibu, para ilmuwan menyimpulkan tingginya tingkat polusi lebih umum ditemukan pada anak-anak dengan autisme.

Dari pengamatan, peneliti juga menemukan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dan polusi sebelum kehamilan, masa awal kehamilan, dan setelah anak lahir. Akan tetapi ekspos polusi yang tinggi pada tiga bulan terakhir kehamilan menunjukkan adanya peningkatan risiko autisme hingga dua kali lipat.

Polutan ini dapat memberikan efek buruk terhadap kesehatan kulit sebagai organ tubuh yang paling banyak terekspos langsung ke udara dan matahari. Asap knalpot dari bus, angkot, motor dan mobil tidak hanya membuat napas sesak.

Ketika terhirup, zat hidrokarbon yang ada di dalam asap knalpot dapat menimbulkan masalah kulit. Mulai dari jerawat hingga perubahan warna kulit wajah. Demikian pula debu yang ketika terhirup dapat menimbulkan alergi pada mata, hidung dan kulit.

Tingginya polusi udara membuat lapisan ozon bumi semakin menipis, mengurangi perlindungan terhadap radiasi sinar ultraviolet. Polusi udara juga meningkatkan jumlah radikal bebas yang merenggut oksigen dari sel-sel kulit. Apalagi seiring bertambahnya usia, kemampuan tubuh untuk melawan radikal bebas semakin berkurang.

Kombinasi radikal bebas dan radiasi sinar ultraviolet ini membuat produksi kolagen kulit wajah menurun. Kulit wajah jadi kehilangan elastisitasnya. Tekstur kulit wajah berubah jadi kasar, kusam dan mulai muncul kerutan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa dampak paparan bahan kimia terhadap seseorang dapat menyebabkan gangguan perilaku dan ketidakseimbangan hormon. Paparan bahan kimia lingkungan secara langsung juga berkorelasi dengan kenaikan kondisi dan penyakit-seperti tertentu kanker payudara, autisme, dan bahkan ketidaksuburan.

Para peneliti menyebutkan pentingnya para dokter memeriksa kemungkinan pasiennya terpapar bahan kimia atau polusi udara dalam aktivitasnya sehari-hari. Ini dapat membantu meminimalisasi masalah kesehatan dan menentukan rencana pengobatan yang lebih baik, terutama pada pasien yang sedang melakukan program kehamilan.

Tim peneliti dari University of Calgary, Kanada menemukan bahwa risiko radang usus buntu seseorang bisa meningkat hingga 22 persen untuk setiap kenaikan kadar ozon akibat polusi sebesar 16 ppb (part-per-billion) selama seminggu. 0 ppb menunjukkan kualitas udara yang baik sedangkan 300 ppb memperlihatkan indeks kualitas udara yang 'sangat tidak menyehatkan'.

"Temuan ini berarti peningkatan risikonya signifikan tapi tak terlalu menonjol. Besarnya efek sendiri menunjukkan bahwa polusi udara bukanlah satu-satunya faktor, meski mungkin ini adalah salah satu penyebabnya," tandas peneliti Dr. Gilaad Kaplan, seorang pakar gastroenterologi dari University of Calgary.

Setelah peneliti Dr. Murray Mittleman dan rekan-rekannya di Beth Israel Deaconess Medical Center, Boston mengukur fungsi ginjal 1.100 partisipan menggunakan sebuah tes yang disebut dengan glomerular filtration rate (GFR), mereka menduga bahwa polusi lalu lintas dapat membahayakan pembuluh darah atau arteri yang menyuplai ginjal.

GFR sendiri merupakan salah satu indikator seberapa baik kinerja ginjal seseorang dan rendahnya skor GFR memperlihatkan gangguan ginjal.

(ajg/vta)

Berita Terkait