Cerita Para Peneliti Muda Soal Sulitnya Melakukan Pengumpulan Data

Kiprah Peneliti Muda Indonesia

Cerita Para Peneliti Muda Soal Sulitnya Melakukan Pengumpulan Data

- detikHealth
Jumat, 08 Mei 2015 17:35 WIB
Cerita Para Peneliti Muda Soal Sulitnya Melakukan Pengumpulan Data
Foto: Ilustrasi (Thinkstock)
Jakarta - Sebagai peneliti muda, turun ke lapangan untuk mengumpulkan data penelitian wajar saja dilakukan. Tentunya, pengumpulan data untuk penelitian ini tak lepas dari hambatan dan halangan.

Ni Nyoman Shinta Prasista Sari, remaja perempuan asal SMA 3 Denpasar Bali beserta rekannya Ni Nyoman Asmarani melakukan penelitian soal perubahan perilaku sosial masyarakat asli Bali. Dalam prosesnya, kedua gadis ini sempat menemui kesulitan ketika mengumpulkan data.

"Karena penelitian kami sifatnya kan sensitif ya, jadi sempat susah nyari kepala adat atau tokoh yang mau diwawancara untuk survei. Banyak juga yang bilang, 'ngapain ini cewek-cewek jalan kaki nanya-nanyain soal itu'" ungkap gadis yang akrab disapa Oming ini kepada detikHealth, ketika ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Jl Sudirman, Jakarta Selatan, Jumat (6/5/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca juga: Manfaatkan Sampah, Daun Kering Diolah Jadi Tinta oleh Remaja Asal Semarang

Hal senada juga diungkapkan oleh Shinta Dewi, remaja asal SMA Katolik Gembala Baik Pontianak, Kalimantan Barat. Bersama rekannya Hansen Hartono, Shinta melakukan penelitian soal manfaat ampas tebu sebagai alat penyaring limbah merkuri (Hg) dan besi (Fe) yang ada di sungai Mandor akibat penambangan emas liar.

Shinta mengatakan bahwa dirinya mempunyai masalah di bagian punggung. Masalah itu sempat membuatnya kesulitan ketika harus melakukan penelitian di sungai Mandor untuk mengukur kandungan merkuri dan besi.

"Memang akunya yang terkendala fisik karena ada masalah di tulang belakang. Tapi itu nggak membuat aku jadi patah semangat karena penelitian ini worth it banget, dapat kesempatan ke Amerika," urai Shinta.

Luca Cada Lora, siswa dari SMA 1 Surakarta juga mengaku memiliki kesulitan ketika melakukan penelitiannya. Ia dan rekannya Galih Ramadhan membuat penyaring limbah logam berat yang berasal dari abu vulkanik letusan Gunung Kelud. Masalahnya, untuk membuat alat tersebut membutuhkan dana.

"Awalnya sudah di support sekolah (dananya) ternyata setelah jalan dananya kurang. Kemudian kami cari donatur orang tua siswa lain karena orang tua saya sendiri kerjanya buruh, tidak memungkinkan untuk menambah dana penelitian," urainya.

Baca juga: Dari Ampas Tebu, 2 Remaja Asal Pontianak Bikin Alat Penyaring Limbah

Dengan bantuan beberapa orang tua murid temannya, dana pun terkumpul. Hasilnya alat yang diberi nama VolcASH ini dapat tercipta. Ditambah lagi, Luca merupakan salah satu pemenang Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang diadakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Luca, Shinta dan Oming merupakan perwakilan remaja Indonesia yang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk mengikuti International Science and Engineering Fair 2015. Mereka akan bersaing dengan 1.700 pelajar lainnya dari 75 negara.

(mrs/vit)

Berita Terkait