Staf Departemen Urologi RSCM FKUI dr Harrina E. Rahardjo, SpU, PhD, mengakui bahwa memang banyak orang telah membicarakan terapi urine. Namun ia sendiri tak yakin tentang manfaat terapi karena belum ada penelitian berkredibilitas yang telah membuktikannya.
"Memang banyak orang yang bilang demikian, tapi terus terang dari pihak medis belum meneliti lebih lanjut tentang hal ini," ujar dr Harrina saat dihubungi detikHealth dan ditulis pada Rabu (27/5/2015).
Baca juga: Termakan Mitos, Epi Sempat Minum Urine dalam Pergulatan Melawan Diabetes
Para peneliti dari Loyola University yang penelitiannya diterbitkan di Journal of Clinical Urology juga telah membahas hal terkait urine ini. Klaim yang mengatakan bahwa urine bebas bakteri ternyata hanya mitos karena mereka menemukan bahkan ketika masih di kandung kemih urine sudah terkontaminasi.
Alan Wolfe, PhD, sebagai pemimpin studi menggunakan metode pemeriksaan berbasis Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) untuk mencari bakteri dalam urine yang diambil langsung dari kandung kemih menggunakan salat suntik. Wolfe mengaku bahwa apabila menggunakan metode pemeriksaan biasa memang sulit terlihat ada bakteri.
Lalu apa bahayanya jika mengonsumsi urine yang tercemar ini? Urine sendiri dikatakan oleh dr Harrina jelas merupakan hasil sisa atau limbah yang harus dibuang oleh tubuh. Apabila ia dikonsumsi kembali terlebih dengan jumlah cemaran lebih banyak maka efeknya akan buruk untuk kesehatan.
"Urine kan berisi zat limbah dari tubuh, zat yang sudah dibuang. Jika dikonsumsi akan menumpuk dan bisa mengganggu kesehatan," pungkas dr Harrina.
Baca juga: Minum Urine, Rahasia Pria Ini Tetap Enerjik dan Aktif di Usia 91 Tahun
(Firdaus Anwar/Nurvita Indarini)











































